The Missing Killer

Erena Agapi
Chapter #4

03

“You know that I would be a liar.”

Light My Fire: The Doors


1986

Peter duduk di pagar serambi belakang rumahnya dengan menenggak bir kaleng Budweiser, sementara aku menekuri surat kabar Santa Barbara News-Press di sebelahnya. Ada yang salah. Ada yang benar-benar salah.

Terutamanya, adalah pernyataan penetapan pelaku itu bukan asal media keluarkan, melainkan memang pernyataan resmi dari polisi. Kalau memang benar begitu, ke mana Ron? Mana persiapan sidangnya? Dan mengapa—atas semua ketenaran State Slaughter—berita ini tidak tercetak besar di depan dengan lebih banyak lagi pendalaman?

Peter sebelumnya bercerita, kalau ia yang selama ini mulai melupakan surat kabar, awalnya tidak tahu berita itu. Tapi tetangganya tahu-tahu datang dan menyodorkan surat kabarnya, mempertanyakan keasliannya. Peter tidak mengelak. Ia diam saja, tidak memprotes sama sekali.

“Peter, ia adikmu,” kataku sambil berhenti membaca berita itu setelah—barangkali—empat puluh kalinya. “Ia tewas tertembak di Meksiko. Mayatnya lenyap. Lalu justru tertuduh sebagai pembunuh berantai. Kau mengerti betapa buruknya ini?”

Peter menenggak habis bir kalengnya, baru melemparnya sembarang ke pojok pagar. “Aku sudah menebak responsmu akan seperti ini. Kau yang paling pantas jadi kakak laki-lakinya dari semua saudara laki-lakinya. Tapi ingat, Ozzie. Kau sekadar kenalannya. Kau tidak ada hubungannya dengannya. Kau tidak tahu apa-apa.”

Aku turun dari tempat dudukku di pagar, mendekati Peter sampai jarak kami menipis. Peter mundur tidak nyaman.

Aku menekankan suaraku, nyaris berbisik, “Peter, keadilan adik laki-lakimu direnggut. Tugas kita adalah mengembalikan keadilan untuknya. Mengapa kau menolak?”

Peter menggeliat dan turun dari duduknya, pergi menghindar. Dia bergumam-gumam soal kalau aku yang bukan ayahnya dan semacamnya. Langkahnya hanya mondar-mandir di areal rerumputan belakang yang belum dipangkas. Dari sakunya dia mengeluarkan rokok, mengapitnya di bibirnya, lalu menghidupkannya. Ia mengibaskan tangan. Yang kutahu is kerap begitu sewaktu cemas.

Aku bertanya lagi, "Mengapa kau menolak?"

Peter menghembuskan asap ke langit yang biru muda nyaris putih, lalu bicara, “Kau benar-benar tidak mengerti, Ozzie. Alasanku mengundangmu bukanlah untuk membahas kesalahan polisi itu. Melainkan untuk membuatmu mencari tahu tentang siapa Ron. Kau hanya tidak mengenalnya.”

“Ia baik. Puluhan tahun aku tahu—”

“Kau bilang begitu karena hanya itu yang Ron perlihatkan padamu. Kau tidak tahu seberapa besar atau banyak kebohongan Ron padamu.”

Angin besar tanpa diundang tiba-tiba menghembus kencang, membuat kaus polo yang aku masukkan rapi ke dalam pantalon berkelebat, dan rambut panjang Peter berkibar. Peter berhenti bolak-balik. Ia memasang kacamata oranyenya yang setelah tadi menjepit ujung kausnya.

Ia betul-betul mirip kelompok hippie. Pakaiannya lebar, tumpuk-tumpuk, warna-warni, seperti gelandangan—seperti Peter si Mr. Bum. Kebanyakan mereka pemabuk yang punya pikiran dan imajinasi bebas—kalau liar tidak sopan rasa-rasanya. Kalau Peter memang benar satuan dari mereka, pantas saja kami sering berselisih pendapat. Juga termasuk hippie yang menentang perang Vietnam sementara aku bagian dari perang itu.

“Masalah itu pikirkan nanti,” kataku lantang dengan kedua tangan menjepit pantalon putih bersabuk kulit yang melilit pinggang bawahku—berpose seperti ayah yang galak. “Terutamanya adalah membersihkan nama Ron. Kita mesti bekerja sama. Kita mesti mencari bukti-bukti Ron tidak bersalah.”

“Bagaimana caranya?”

Aku mengangkat bahu. “Mungkin album foto, atau benda lain, atau kesaksian orang lain yang bisa memberitahu tengah apa Ron selama malam State Slaughter beraksi. Ron tidak mungkin seorang pembunuh.”

Akan tetapi rupanya, mau sebanyak apa aku mengajak Peter untuk protes, dia tetap mengelak dan bergumam lagi kalau media itu barangkali benar. Ron adalah State Slaughter mungkin saja terjadi.

Lalu dia angkat suara sambil matanya yang cokelat memandangi langit biru cerah, "Kau hanya pergi terlalu lama, Ozzie. Kau memutuskan hubungan dengan Ron terlalu lama. Ada banyak hal yang kau tidak tahu tentangnya. Sementara semua orang hanya berusaha melupakannya.”

“Kalau begitu, beritahu aku siapa Ron.”

Peter menggeleng pelan, lalu terhenti. Ia bergumam, sendiri lalu mendekat lagi ke arahku sambil asap rokok keluar dari bibirnya yang terbuka. Dia duduk di tangga, merokok lagi dan aku berdiri di sebelahnya. Sejenak kami diam memandangi palem-palem di belakang pagar yang bergoyang gesit, yang setelah kusadari ada tupai merambat cepat.

“Sebelumnya, biar kuingatkan,” kata Peter dengan telunjuk mengacung-acung, “Kau tengah di Vietnam sewaktu pembunuhan pertama State Slaughter muncul di sini. Artinya, dari awal pun kau tidak tahu menahu tentang kasus ini. Dan artinya, kau juga tidak tahu menahu tentang Ron di tahun-tahun itu. Kau mengerti?”

“Baiklah.”

“Lalu,” Peter menghisap rokoknya lagi, membuangnya ke langit-langit beranda, “yah, sebenarnya, hanya sedikit yang bisa kuberitahu, yang pada intinya adalah satu; memang ada kemungkinan kalau Ron adalah State Slaughter.”

Suara Peter menipis, setipis suara ombak pelan di belakang. Ia mengacungkan satu jarinya hati-hati. “Ia masih menjadi buronan polisi sampai tertembak mati di Meksiko. Karena apa? Terutamanya sebab keterkaitannya dengan narkotika Haskell's AntiHodad.”

Tubuhku menegak mendengar itu. Meski bibirku tetap terkatup, mataku melebar tanpa berkedip mengamati Peter yang sibuk menghirup rokoknya, membuat ujung rokok itu menyala merah. Peter memandangi keterkejutanku dalam diam.

Lihat selengkapnya