The Missing Killer

Erena Agapi
Chapter #3

02

1973

Theresa Fields menghabiskan waktu lebih dari dua jam hanya untuk berbelanja di Woolworth di Sacramento Downtown. Sepertinya dari sana, ia diantar pacarnya yang sedikit cemberut dengan Ford Pinto ke sekitar tanah bantuan Rancho Rio de los Americanos. Dari situ Theresa harus berjalan sendiri ke pusatnya. Ia mencium pacarnya sebelum keluar, dan menyaksikan Ford Pinto itu meninggalkannya.

Perlahan-lahan ia mulai menyusuri jalur lapang menuju desa. Memang banyak yang mengkerdilkan desanya, Desa Cordova, atau yang sebagian lain memandangnya sebagai kebun anggur, dan menyebutnya; Cordova Vineyard. Meskipun begitu, ia mencintai desa ini. Tempat yang masih sedikit menguarkan aroma enam puluhan; suasana tenteram dengan hanya beberapa anak-anak berlarian, angin sejuk dengan pepohonan rindang, pun beberapa tetangga yang membuka pintu depan atau sibuk di luar.

Theresa menikmati kesederhanaan itu. Makanya ia ragu-ragu menerima ajakan pacarnya untuk menyaksikan konser Fleetwood Mac di Sacramento Memorial Auditorium besuk, tanggal enam belas April. Tempat itu pasti akan ramai, riuh, dan modern. Akan tetapi, pacarnya sudah memintanya, ia tidak ingin mengecewakan.

Theresa menyusuri pematang jalan damai menuju pusat desa, sambil memeluk kantung kertas hasil belanjanya di Woolworth. Baginya, toko five-and-dime itu begitu menggiurkan bagi perempuan seumurnya. Uang sen seolah menjadi emas. Bukan salahnya kalau ia lalu melupakan waktu dan berbelanja sampai berjam-jam, tetapi tokonya berhasil membelenggunya.

Tadi ia sempat bertengkar kecil dengan pacarnya. Saat mereka sampai di downtown, Theresa masuk Woolworth, sementara pacarnya ke toko obat legal Pay Less. Pacarnya selesai satu jam empat puluh menit lebih awal dari Theresa, sampai-sampai tertidur pulas. Theresa diberi nasihat supaya kalau berbelanja sebutuhnya, secukupnya, seadanya. Bukannya semaunya, sebaik-baiknya, semurah-murahnya, semuanya.

Theresa awalnya membela diri, tetapi lalu tertawa sebab pacarnya cemberut seperti anak kecil. Sebab tawa itu, pacarnya juga ikut tertawa, lalu ia mengemudikan mobil pulang sambil sebelah tangannya menggandeng tangan Theresa.

Kaki Theresa terantuk batu. Dan tubuhnya menjorok maju. Bersamaan dengan itu, suara langkah tercekat di belakangnya. Ia tengah berhenti sebab kesakitan dengan kakinya, bertanya-tanya mengapa orang di belakangnya tidak berjalan mendahului ia saja.

Theresa melirik sedikit ke orang itu, mendapati seorang pria pendek dan kekar, berwajah putih mulus layaknya anak-anak. Pria itu berhenti tanpa melakukan apa pun.

Theresa mengusap-usap ujung kakinya, lalu melanjutkan perjalanan pulang. Langkah pria di belakangnya ikut berjalan kembali. Theresa baru tersadar akan itu. Tapi ia lalu meggeleng, dan mempercepat langkah. Suara lngkah pria itu semakin cepat.

Theresa lalu berhenti, berpura-pura mengecek belanjanya. Dan pria itu pun berhenti. Theresa mematung menatap kaleng SamAndy meski memasang telinganya kuat-kuat.

Theresa mulai berjalan lagi. Pria itu mulai lagi.

Theresa melewati rumah-rumah sepi atau lahan-lahan kosong yang terlihat seperti tidak berpenghuni. Semua warga seolah lenyap. Ia mulai bernapas dengan mulut.

Lalu saat ia menemukan rumah lain, ia mencoba mendekat. Lalu mengetuk pintu rumah itu berulang-ulang.

Ia berkata dekat-dekat ke bibir lingu, "Tolong. Seseorang mengikutiku."

Theresa menoleh ke belakang. Pria itu berdiri diam. Hadapan dan matanya lurus-lurus ke arah Theresa.

Theresa memukul-mukul pintu, suaranya mulai gemetar, "Tolong, ada seseorang mengikutiku di depan halamanmu."

Pintu terbuka. Seorang nenek-nenek dengan kardigan kancing mengernyit mengamati Theresa, menanyakan, "Ada apa, nona muda?"

Theresa berbisik-bisik, "Saya diikuti. Itu, orangnya di belakang saya."

Tatapan nenek itu melewati bahu Theresa, dan seketika napasnya tersergap.

Theresa seolah tertiup udara dingin. Ia berkata dengan suara tipis, "Apa yang terjadi?"

Akan tetapi, nenek itu tidak menjawab. Ia langsung menarik Theresa untuk masuk. Saat perlahan masuk, Theresa perlahan melirik ke belakang. Pria itu masih berdiri di sana. Menjatuhkan celananya ke tanah. Memperlihatkan setengah tubuh bawahnya.

Theresa menjerit kecil dan buru-buru masuk. Pintu dibanting tertutup. Lalu kedua mereka mengintip sedikit keluar jendela.

Lihat selengkapnya