Tanpa aba-aba, Leon menatap Disa sekaligus menunduk dan menempelkan bibirnya pada bibir Disa.
Ciuman itu hangat, gemetar, dan berat, seolah semua rasa yang ia pendam selama ini dilepaskan dalam satu sentuhan.
Disa terkejut. Napasnya terhenti sesaat, dada berdebar kencang. Tubuhnya kaku, tak tahu harus berbuat apa.
Haaaaah... "aku... aku tidak bisa bernafas" ucap Disa dengan suara terengah.
Leon melepas pelan, tetapi bibirnya masih menyentuh ujung bibir Disa. "Maaf..." gumamnya serak, "aku... menginginkan ini."
Leon mendekatkan tubuhnya sekali lagi, bibir mereka bertemu dalam ciuman yang lebih dalam dan penuh hasrat.
Tangan Leon, yang semula merangkul punggung Disa, perlahan merambat ke pinggangnya, menyelinap di balik sisi blouse tipis yang dikenakan Disa.
Jari-jarinya bergeser lembut dari perutnya, menelusuri lekuk tubuhnya dengan penuh penasaran, hingga akhirnya menyentuh tepian bra Disa.
"Disa... kalau ini membuatmu tidak nyaman, aku... akan berhenti," suara Leon serak, napasnya masih berat.
Disa terkejut, menatap mata Leon, tatapannya berbeda dari biasanya nafasnya terengah-engah. Disa menutup mata, suara desahan halus terdengar ketika Leon menempelkan bibirnya di setiap lekuk leher halusnya.
Jantungnya berdebar kencang, tangan Disa melingkar di leher Leon, memeluknya seolah tak ingin kehilangan sentuhan itu.
Tak menunggu waktu lama, Leon melepas semua pakaiannya. Terlihat begitu cantik dibawah cahaya malam.
"Disa..." napas Leon bergumam, "apakah aku boleh?"
"Tunggu... apa kamu... akan melakukannya?" suaranya bergetar, tangan gemetar menyentuh dada Leon. "Rasanya... sangat aneh."
Leon menarik napas panjang, matanya menatap Disa. Dengan gerakan perlahan, ia menggeser tubuh Disa sedikit ke samping, memastikan ia nyaman.
Leon menatap Disa dalam-dalam. Ia mengusap lembut pipi Disa, lalu menahan napas sejenak sebelum bertanya dengan suara serak penuh kelembutan, "Disa... kapan datang bulanmu?"
Disa menatap Leon, sedikit tersipu, lalu menjawab pelan,
"Aku... seharusnya datang bulan sekitar tiga hari lagi."
Detik-detik berikutnya bergerak dalam irama lembut, kecupan di leher, sentuhan hangat di lengan, dan gerakan perlahan yang meruntuhkan segala keraguan.
Leon memeluk Disa lebih erat, saling meresapi kehadiran satu sama lain.
Disa bergetar, dadanya naik-turun cepat. Tubuhnya terasa meleleh di bawah sentuhan Leon yang tak cukup dengan setiap kecupan, setiap sentuhan tangan, mengalirkan rasa nikmat panas yang membuatnya hampir hilang akal.
Ia menyentuh dada Leon, merasakan tiap otot berdenyut, mengundangnya untuk mendekat lebih lagi.
Dan malam itu...
Setelah suara pintu kamar mandi terbuka, kenangan lima tahun lalu perlahan menghilang dari kepala Leon.
Masa kini. Di kamar Leon dan Disa.
Leon menoleh sekilas lalu cepat-cepat mengalihkan pandangan saat melihat Disa keluar mengenakan piyama katun pastel, wajahnya bersih dan rambutnya sedikit lembap.
Disa berjalan santai ke sisi tempat tidur, duduk tanpa banyak kata.
"Apa yang kamu pikirkan Kak?" tanya Disa pelan, sambil membenarkan posisi bantal.
Leon membelakangi Disa, menarik selimut hingga ke pundaknya. Suaranya pelan, hampir seperti bisikan, "Tidak ada. Selamat tidur."
Dalam hatinya, Leon mengutuk dirinya sendiri.
Disa mematikan lampu tidur lalu berbaring di sebelah Leon.
"Bajingan mesum", umpatan batin Leon, “dalam situasi seperti ini pun kau masih tak tahu diri”.
Di pagi hari, Disa yang masih terpejam terbangun perlahan, Disa sedikit terkejut dengan kehangatan yang ada pada tubuhnya dari belakang.
Ada lengan yang melingkari pinggangnya, napas berat yang berhembus pelan di pundaknya.