The Morning Sky After Pain

Shavrilla
Chapter #22

BAB 22 - Sebelum Takdir Menuntut Harga

Di rumah keluarga Reinhart - Musim panas 2025.

Di pagi hari.

Di ruang tamu tergantung sebuah bingkai besar berisi potret keluarga. Leon, Disa, dan Yuka berdiri di taman kecil dengan senyum bahagia. Yuka yang kini sudah bisa berdiri, mengenakan gaun kecil berwarna putih dengan pita pink di rambutnya, menggenggam tangan kedua orang tuanya.

Di sebelahnya, terpajang foto pernikahan Leon dan Disa, di rak kayu di sisi ruangan tertata rapi dengan beberapa pigura, foto-foto kecil Yuka mulai dari hari pertamanya di dunia, momen ia pertama kali duduk, sampai saat ia pertama kali berjalan lalu sebuah potret istimewa bertuliskan “1st Birthday” Yuka yang tersenyum malu-malu di depan kue ulang tahun berbentuk kelinci.

Di kamar Leon dan Disa.

Leon dengan setelan jasnya yang berwarna abu-abu gelap elegan terlihat begitu profesional dan berkelas. Di jasnya Leon sedang memasang pin kejaksaan dan terlihat di sisi kiri juga sudah terpasang pin jabatannya.

Di kamar Yuka.

Disa yang terlihat sedang menyisir dan mengikat rambut Yuka, sementara Yuka sambil asyik bermain dengan boneka kelincinya. “Yuka main bersama bunny bunny disini sebentar yah, Mama mau bantu Papa siap-siap dulu,” ucap Disa setelah mengikat rambut Yuka dan berjalan kembali ke arah kamar.

Pintu kamar terbuka, “Sayang, ini sudah jam delapan. Kamu bilang bilang acara dimulai jam sepuluh pagi ini.” Ucap Disa pelan melihat Leon yang sedang memilih dasi.

“Sayang, aku bingung mau pakai yang mana.” Katanya sambil mengangkat dua dasi, satunya berwarna navy polos, satunya lagi bermotif garis tipis abu-abu.

Disa melangkah masuk mendekati Leon. 

“Yang ini aja,” ucap Disa mengambil dasi bermotif dan mulai memakaikannya.

“Kenapa yang ini?” tanya Leon sambil membiarkan Disa memakaikan dasinya.

“Karena kamu mau kelihatan meyakinkan, tapi enggak terlalu kaku,” jawab Disa santai sambil merapikan simpul dasi itu. “Lagipula, aku suka kamu pakai yang ini.” Ucapnya sambil menatap Leon.

Leon tersenyum kecil lalu mengecup keningnya sebentar. “Tentu saja, pilihan istriku yang seorang ceo fashion enggak mungkin salah.” Ucapnya dengan nada manis.

“Aku membuatkan sandwich dan tumbler berisi kopi untukmu, bawalah dan makan di mobil yah”. Ucap Disa dengan mengusap pelan dada Leon untuk merapikan bajunya setelah memakaikan dasi.

“Makasi sayang” ucapnya sambil mengecup bibir Disa.

Lalu Leon dan Disa berjalan ke arah Yuka yang sedang duduk dibawah bermain dengan bonekanya, “Yuka sayang, apa mama yang mengikatnya. Cantik sekali putriku.” Tanyanya pura-pura tidak tahu lalu mencium dahinya.

Yuka melihat Papanya rapih dan membawa tas, Yuka bangun dari duduknya, “Papa… Papa…” rengeknya memeluk leher Papanya.

Leon terdiam sejenak, tiba-tiba rengekan itu jadi tangisan. “Putriku…” Leon menggendong Yuka sebentar dan menepuk pelan punggungnya. “Papa cuma pergi kerja sebentar ya”.

Disa berjalan ke arahnya mendekat, mencoba membujuk tangan kecil Yuka yang memeluk erat leher Papanya. “Sayang, nanti kita main saat Papa pulang yah”. Sambil berusaha mengambil Yuka dari Leon.

“Aku akan menenangkannya sayang, kamu harus berangkat sekarang atau kamu akan terlambat” ucap Disa sambil mengambil paksa Yuka yang memeluk erat Leon.

Yuka menangis, tangisannya terdengar lebih keras. Leon berjalan keluar dan menoleh sebentar “Sayang mungkin aku akan pulang terlambat, tapi aku usahakan pulang sebelum makan malam” ucapnya terburu-buru.

Disa mengangguk pelan, “fokus dulu pada forum itu, aku dan Yuka akan baik-baik saja”. Ucap Disa menenangkan Yuka yang menangis dan tangannya mengarah ke arah Papanya.

Concorde Crown Hall, pukul 10.00.

Forum Nasional Penegakan Hukum & Etika Kenegaraan.

‘Integritas Tanpa Kompromi, Untuk Negeri yang Berdaulat’

Di halaman lobby utama terlihat deretan mobil hitam berlambang instansi kenegaraan menurunkan tamu-tamu penting dan kamera-kamera media juga terlihat sibuk mengambil gambar.

Mobil Leon berhenti, seorang security datang membukakan pintu untuk mengambil kunci dan memakirkannya.

”Selamat pagi Pak, acara di ballroom lantai 7. Petugas di lantai tersebut akan mengarahkan tamu sesuai undangan yang diterima.” Ucapnya sambil mengarahkan tangannya ke pintu masuk membungkuk sopan.

“Baik, terimakasih” ucap Leon datar.

Di Ballroom Concorde Crown Hall lantai 7.

Seorang petugas lift menyapanya, mengarahkan ke petugas pemeriksaan pertama untuk undangan digital. Terlihat seorang petugas keamanan menggunakan sarung tangan hitam membungkuk sopan.

“Selamat pagi, Tuan Reinhart. Mohon undangan Anda.” ucap petugas sopan.

Leon menyerahkan tabletnya yang berisi kode QR, petugas mengarahkan teblet itu ke pemindai. Cahaya biru bergerak lalu monitor di sebelah petugas berubah hijau.

“Terverifikasi. Anda sebagai tamu prioritas. Silahkan lanjut ke pos keamanan di dalam” ucapnya membungkuk sopan sambil mengarahkan tangannya ke pintu.

Di dalam terlihat tiga petugas berpakaian khusus berdiri di depan pemindai tubuh dan tas. Di sisi kiri, ada meja deteksi senjata dan logam.

Leon meletakkan badge kejaksaan dan ponsel di wadah logam kecil. Jasnya dilepas dan ditaruh di baki pemeriksaan. Salah satu petugas mendekat, menyalakan alat pemindai genggam.

"Tuan Leon Reinhart, jaksa senior. Ada deklarasi senjata pribadi hari ini?" Tanya petugas pertama sopan.

"Tidak membawa. Surat izin tertinggal di kantor pusat." Jawab Leon datar.

“Dimengerti. Pemeriksaan standar saja." Ucap petugas pertama sopan.

Petugas kedua di sisi kanan berjalan mendekat dan menunduk sedikit, memperhatikan badge tambahan yang tersemat di balik jas Leon simbol Komisioner Nasional Etik Hukum dan Keamanan. Badge itu terbuat dari emas, dengan lambang elang.

“Tuan Reinhart… atas nama protokol, izinkan kami menyampaikan penghormatan untuk dua peran Anda hari ini.” Ucap petugas kedua mengembalikan jas setelah pemeriksaan.

Petugas pertama memindai cepat badge keduanya, lalu menegakkan tubuh sedikit lebih formal.

“Dimengerti, Tuan Komisioner. Pemeriksaan standar tetap dilakukan protokol resmi untuk peserta pengarah forum.”

Leon mengangguk, sudah terbiasa. Ia tidak menyukai formalitas, tapi tahu status gandanya membuatnya lebih diawasi daripada dihormati.

Lihat selengkapnya