The Morning Sky After Pain

Shavrilla
Chapter #25

BAB 25 - Pertanyaan yang Datang Terlambat

Siang itu, di rumah keluarga Reinhart. Langit mulai cerah tapi suasana hati Disa terasa sebaliknya.

Yuka yang sedang tidur siang di kamar, membuat rumah itu sunyi untuk sesaat. Disa duduk di ruang keluarga, menatap layar laptop tanpa benar-benar membaca dokumen di depannya.

Tangannya menggenggam cangkir teh yang sudah dingin.

Bibi Melia yang melihatnya bertanya, “Ibu Disa, apakah ada yang sedang dipikirkan?” tanyanya pelan sambil memberikan buah yang sudah di potong ke atas meja.

Disa menoleh sedikit terkejut dengan kehadiran Bibi Melia yang tiba-tiba, “Makasih Bi. Saya hanya sedikit lelah” ucap Disa bingung mencoba tersenyum.

“Apakah Bu Disa sudah makan siang?” tanya Bibi Melia penuh perhatian.

“Saya belum lapar Bi” Disa sambil menyentuh touchpad laptopnya ingin terlihat sibuk.

Disa ragu-ragu melanjutkan dan bertanya, “Bibi pernah merasa… takut untuk bilang hal yang sebenarnya, karena takut disalahpahami nggak?” tanya Disa tiba-tiba, tanpa menatap Bibi Melia.

Bibi Melia menatap Disa, lalu mengangguk perlahan. “Pernah, Bu. Tapi biasanya, kalau saya diem terus, malah jadi beban sendiri. Kadang lebih lega meski akhirnya orang yang kita bilangin itu marah dulu.”

Disa menunduk. “Tapi kalau yang disimpan itu bisa bikin orang yang kita sayang… bisa jadi benci sama kita gimana?”

Bibi Melia menghela napas pelan. “Kalau memang kita sayang, dan dia sayang juga… kadang yang pahit itu justru bikin hubungan jadi lebih jujur, lebih kuat. Tapi ya… tiap orang beda, Bu. Saya cuma ngomong dari pengalaman saya.”

Disa mengangguk pelan. “Pengalaman pun kadang lebih bijak dari semua teori psikologi yang pernah aku baca Bi.”

Ia terdiam sejenak, lalu membuka cerita dengan nada ragu.

“Misalnya… ada seorang sahabat. Dia punya teman yang hamil di luar nikah. Satu-satunya keluarga teman itu adalah kakaknya. Dan dia minta sahabatnya itu buat merahasiakan siapa ayah dari anaknya. Bahkan memohon agar sahabat itu menjaga dan menikahi si kakak, supaya rahasia itu tetap aman.” Kata Disa menggambarkan dirinya sebagai sahabat dari temannya.

Disa menatap meja.

“Kalau Bibi jadi sahabatnya… Bibi bakal ngomong apa ke suami Bibi, kalau rahasia itu harus disimpan seumur hidup?”

Bibi termenung sejenak, dan bertanya. “Tapi Bu, kenapa harus dirahasiakan dari Kakaknya sendiri?”.

Disa melanjutkan.

“Karena… Ayah dari anaknya adalah…” jawab Disa terdiam tidak melanjutkan. 

Dalam hatinya “Tunggu… kenapa aku baru kepikiran ini sekarang?”. 

“Jika alasannya hanya karena Kak Cedrik adalah mantan tunanganku, kenapa harus disembunyikan dari Kak Leon?”

“Tidak masuk akal… ini bukan alasan yang cukup.”

“Benar, Lena tidak mungkin menyuruh merahasiakan hanya dengan alasan itu”

“Lena bukan orang pengecut. Kalau dia menyuruhku merahasiakan ini… pasti ada alasan yang lebih besar.”

“Apa ada alasan lain?”

“Apakah ada hal yang aku lewatkan saat itu”

“Benarkah hanya karena itu? apa maksud Lena saat mengatakan aku harus menikahi Leon agar rahasia tetap aman”

Pikiran Disa berputar pada pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya sadar akan masa lalu, alasan Lena yang sebenenarnya menyuruhnya merahasiakan siapa Ayah Yuka.

Dengan tangan gemetar, Disa mengambil ponselnya. Ia menekan nomor Vivi, sekretaris pribadinya.

Telepon memanggil dengan nada tunggu dua kali.

“Halo Vivi, kamu dimana” tanya Disa dengan suara tenang.

“Iya Bu, saya di kantor cabang sedang mengecek produk yang akan launching bulan depan. Ada yang bisa saya bantu Bu?” Jawab sekretaris Vivi sopan.

“Berikan pekerjaan itu pada Ria, tolong kamu cari informasi Cedrik Valdemar, dan kirimkan nomor kontaknya secepat mungkin” Ucap Disa cepat.

“Baik Bu, saya akan kirimkan nomor kontak hari ini dan informasi pribadinya dalam seminggu” jawab Vivi cepat tanggap.

“Oke, makasih Vivi”. Ucap Disa datar.

Klik, suara telepon dimatikan.

Lihat selengkapnya