The Morning Sky After Pain

Shavrilla
Chapter #28

BAB 28 - Harga Menjadi Valdemar

Setelah itu.

Gedung La Tristal, Ruang Kantor Ketua Dewan Hukum Agung Tertinggi.

Gedung La Tristal adalah simbol kekuasaan yang begitu megah, namun menyimpan bayang-bayang kekejaman di balik setiap langkahnya. Di dalam ruang kerja ini, Ayahnya memegang segala kendali.

Cedrik berdiri di depan pintu kayu besar dengan gagang emas, memandangi nama Ayahnya yang terukir di atasnya. “Grey Valdemar”.

Setelah mengetuk pintu, suara Ayahnya terdengar keras dan tegas. “Masuk!”

Cedrik menarik napas dalam-dalam dan masuk. Sosok ayahnya yang duduk di balik meja besar menggunakan kacamata baca, tidak mengalihkan pandangannya dari berkas yang ada di depan. Tatapan tajamnya lebih fokus pada tumpukan dokumen ketimbang pada putranya. Cedrik merasa seolah-olah ia tidak pernah cukup berarti bagi Ayahnya.

“Cepat. Ayah tidak punya waktu untuk keluhan.” suara Ayahnya terdengar kasar, tanpa sapaan hangat yang biasa diharapkan seorang anak dari orang tuanya.

“Ayah…” suaranya sedikit gemetar, namun ia berusaha menahan diri. “Aku ingin tahu tentang Lena. Tentang apa yang sebenarnya terjadi dengannya.”

Ayahnya tidak mengalihkan pandangannya dari dokumen yang sedang dibaca. “Lena?”

Lanjut Ayah Cedrik, “Kamu sudah tahu betul bagaimana urusan itu berakhir. Itu sudah selesai. Semua telah berjalan sesuai kesepakatan.”

“Aku ingin tahu lebih banyak tentang perjanjian yang terjadi antara Ayah dengan Lena. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa tidak ada yang memberitahuku detail perjanjiannya?” suara Cedrik dengan mencoba menahan nada gemetar.

Ayahnya menyandarkan tubuhnya, melepaskan kacamatanya dengan gerakan lambat.

Lalu menatapnya tajam dari balik meja, wajahnya datar, seakan sudah mempersiapkan diri untuk topik ini. “Perjanjian? Apa yang kamu maksud, Cedrik?”

Cedrik mengeraskan rahangnya, berusaha untuk tetap tenang meski hatinya berdebar. “Kupikir perjanjian itu dibuat dengan keluarga Moreau Rivera, tapi hari kematian Lena… sangat berdekatan ketika dia mengunjungi Ayah. Mengapa Ayah berbohong? Dan kenapa semua ini harus jadi rahasia? Apa yang sebenarnya terjadi?”

Ayahnya tidak bergerak, tetap diam, hanya memandangi putranya dengan tatapan penuh perhitungan. Tidak ada jawaban langsung, hanya keheningan yang tegang.

Ayahnya menjawab dengan tatapan tajam dan penuh amarah yang terkendali. “Perempuan itu… adalah bagian dari perjanjian dan kesepakatan, Cedrik. Aku tidak membunuhnya, hanya itu yang perlu kamu ketahui”.

Ayahnya bangun, dan berjalan perlahan ke arah jendela. Lanjutnya tegas, “Jangan pernah berpikir seperti orang yang lemah, yang terperangkap dalam perasaan, Cedrik.”

Cedrik merasakan amarah yang perlahan memuncak, tetapi ia berusaha menahan diri. “Tapi… tentang apa perjanjian itu? Dan apa yang sebenarnya terjadi dengan anak itu? Apakah anak itu… meninggal bersama ibunya?” Lanjut Cedrik bertanya dengan rasa bersalah.

Ayahnya terdiam lama, menatap jendela besar di belakang meja dengan pandangan kosong. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya. Hanya hening, sesaat yang panjang, seakan-akan waktu berhenti untuk mereka berdua.

“Cedrik, kamu terlalu banyak ingin tahu?” suara ayahnya akhirnya terdengar, namun kali ini terdengar lebih dingin dan penuh peringatan. “Kamu tidak akan mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan seperti itu. Terkadang, lebih baik tidak tahu. Apa yang sudah terjadi, biarkanlah tetap menjadi masa lalu.”

Cedrik merasa tidak enak hati. “Ayah… tolong jawab. Apa anak itu meninggal bersama Lena?” tanyanya sekali lagi, mencoba memaksa jawaban keluar dari Ayahnya. Namun, jawaban yang ia harapkan tak kunjung terdengar.

Ayahnya tetap diam, tak bergeming. Ia tidak memberikan jawaban sama sekali, hanya tetap duduk di kursinya dengan pandangan kosong.

Cedrik merunduk sedikit, rahangnya mengeras.

“Ayah… ”

Cedrik mencoba lagi, suaranya lebih tegas. “Aku berhak tahu, bukan? Tentang perjanjian itu, tentang anak itu. Apa yang sebenarnya terjadi?”

Lihat selengkapnya