The mosby

Fahmi Sihab
Chapter #6

Build Up

Gua mulai mencari daftar kontak yang ada dengan rasa khawatir yang baru terpikirkan oleh gua. Dia kan cewek sederhana dan islami bisa aja dia ga maen whatsapp, bahkan bisa aja dia ga punya handphone dan hanya bisa berkomunikasi lewat prasasti mungkin. Tapi kayanya prasasti bukan hal yang islami, gua ga tahu. Setelah mencari dan mendeteksi nama-nama orang yang ada di grup akhirnya gua menemukan kontak whatsappnya dia, tapi pertanyaan baru muncul di otak gua. Bagaimana kalo walaupun itu nama dia tapi yang mengelola Bapaknya?

Akan sangat awkward kalo gua mencoba untuk chat dia dengan berbagai macam modus, dan yang bales Bapaknya. Walaupun untuk tahap perkenalan mungkin gak akan ada sesuatu yang terlalu offensive. Gua gak pernah jadi bapak-bapak yang anaknya dimodusin sama biawak padang pasir. Lebih tepatnya gua ga pernah jadi bapak-bapak. Kalo itu menimpa anak gua, mungkin gua akan biarkan dia masuk dan gua berpura pura jadi anak gua yang dimodusin sampe dia masuk terlalu dalam. Setelah itu gua kejutkan dengan sesuatu yang membuat dia ilfeel seilfeel-ilfeelnya, kaya misalkan dengan satu kalimat mematikan “Makasih ya udah mau deket sama aku, sebelumnya ga ada yang mau deket sama aku atau walaupun mau deket paling abis itu dia pergi setelah tahu aku suka nyemilin belalang sembah”. Tapi kayanya Bapaknya ga sekreatif gua jadi ya paling gua dinasehatin.

Tapi ternyata yang balas adalah dia langsung walaupun gua harus menunggu sekitar 15 menit. Dan dia terlihat masih cukup akrab dan bisa diajak ngobrol. Gua cuman melemparkan pertanyaan yang gua rasa bisa memancing keakraban. Tapi ternyata ga semudah itu karena semuanya bisa langsung dia hentikan saat dia sadar kalo gua sama dia harus ada jarak.

To aliva :

Gua baru sadar, ternyata lu tuh adik kelas gua ya?

From Aliva :

Iya Kang, Aliva juga baru sadar pas Akang bilang alumni elektro

 To Aliva:

Tapi kenapa pas sekolah gua ga kenal lu ya?

From Aliva:

Ga tahu Kang

To Aliva:

Lu tuh elektro berapa?

From Aliva :

Elektro 2

To Aliva :

Gua elektro 1. Berarti lu sekelas sama Nadya?

From Aliva :

Iya Kang

To Aliva :

Hmm oke oke

Mari kita rincikan semua chat gua di atas. Pertama, penggunaan sesuatu yang dekat dengan gua dan dia. Semacam ada keterikatan atau persamaan hal supaya bisa digunakan sebagai pembuka jalan buat masuk keobrolan, oleh sebab itu gua pake persamaan kalo gua sama dia satu almamater. Kedua, di sekolah kami yang dulu kepada kaka kelas itu kita diwajibkan memanggil panggilan yang dianggap sopan seperti ke cowok Akang dan ke cewek Teteh. Ketiga, Nadya adalah temennya dia setelah gua stalking dan Nadya cukup terkenal pas sekolah karena selain cerdas dia juga mantannya temen gua, dan FYI dia adalah pelopor pacaran syariah. Keempat, elektro adalah nama jurusan ditambah angka untuk menunjukan kelas. Terakhir, gua tutup dengan kesimpulan sederhana untuk nunjukin. Gua cuma pen tahu itu doang padahal banyak hal yang gua simpan untuk obrolan selanjutnya.

Gua memulai semuanya dengan rapih. Ga menunjukan kecurigaan. Aliva adalah sosok sederhana dan bukan orang yang terlalu banyak memikirkan hal-hal tentang romance. Tapi itu bukan berarti dia ga menunjukan ketertarikan, tapi karena kedewasaannya dia lebih fokus buat mikirin yang kemungkinan dia tuju dengan mudah dan lebih cepat. Ini membuat gua semakin tertarik dan penasaran. Langkah selanjutnya harus berhasil dan ga mengecewakan.

Suatu hari handphone gua berbunyi dan terlihat notifikasi dari Aliva. Rencana gua adalah memberi jeda sekitar 2 sampe 3 hari sebelum akhirnya gua bisa berinteraksi lagi dengan dia. Tujuannya adalah memberi kesan misterius, klasik sih tapi seenggaknya itu yang ada di otak gua dan gua masih yakin berhasil. Gua buka chat dia, ternyata gua terlalu percaya diri menyimpulkan bahwa dia chat karena pen ngobrol sama gua. Dia chat cuma karena nanyain prosedur pembayaran kampus. Tapi sisi baiknya dia mau minta pertolongan sama gua.

From Aliva :

Kang, bayar daftar ulang sama almamater gimana si?

To Aliva :

Bayar pake virtual account, kalo ngga pake multi payment Mandiri

From Aliva :

Iya Aliva ga ngerti

To Aliva :

Prosedurnya emang gitu. Agak sedikit ribet, emang kamu belom bayar sama

sekali?

From Aliva :

Belom Kang, ga ngerti

Di tengah-tengah obrolan, otak liar gua bekerja kembali. Muncul dalam benak gua ide-ide yang cukup bisa jadi satu pijakan gua untuk akhirnya masuk.

To Aliva :

Ya udah gimana kalo kamu aku bayarin dulu aja, ntar kasih cash ke aku

From Aliva  :

Emang ga apa-apa Kang?

To Aliva :

Ga apa-apa, lagian kan ntar kamu ganti pas masuk kuliah

Ya itulah ide gua, sebetulnya agak terdengar geli sih dan terkesan kaya orang yang ketemu lewat tantan karena baru kenal langsung pinjam meminjam duit. Tapi ga apa-apa, seenggaknya ada alasan buat dia chat gua lagi atau bahkan nyamperin gua lagi, kecuali kalo emang dia cewek di tantan yang abis kenalan, minjem duit terus kabur. Tapi dia muslimah yang baik jadi gua rasa aman.

Lihat selengkapnya