The mosby

Fahmi Sihab
Chapter #7

By Pass

Gua memutuskan untuk dateng ke rumah dia pagi-pagi, ga tahu buat apa. Tapi seenggaknya gua bisa memastikan sama dia, kalo wajah gua yang pertama dia lihat sebelum Darmawan. Jam 9 gua berangkat kerumahnya, gua udah nanya ke dia alamat rumahnya walaupun gua ga ngasih tahu kalo gua bakal dateng hari ini.

Gua sampe di rumah dia pukul 10.00 pagi. Gua ga ngelihat motornya di rumahnya, apa gua telat? gua ketuk pintunya ga ada jawaban, gua sempat berfikir untuk balik lagi dan memutuskan ngechat dia supaya rasa curiga gua berkurang. Tapi tiba-tiba ada bapak-bapak paruh baya keluar dari rumahnya dengan setelan bapak-bapak pada umumnya. Terus ngomong “Ada apa De? ada yang bisa dibantu?”.

Gua akhirnya ngobrol sama Bapaknya Aliva, bukan bagian dari strategi. Tapi gua lakukan karena bagaimana pun kalo berhasil dia akan jadi mertua gua. Dia orang yang cukup asik dan bisa diajak membicarakan hal-hal yang berat. Dia bisa diajak ngobrol tentang sapi Australi, beton buat bahan jembatan, bahkan terakhir dia ngomongin big show pas diangkat Jhon Cena. Nggak, kita nggak ngobrolin itu. Masa itu yang diobrolin, itukan becanda. Lu jangan kesel dong, baca-baca aja. Ngapain berharap keseriusan dari sebuah cuitan novel.

Di tengah obrolan kita yang asik, gua merasa heran. Kok dari tadi Ibunya ga muncul-muncul. Mungkin lagi keluar kota atau pergi, tapi perasaan gua mengatakan hal lain. Akhirnya gua coba tanyain “Ibunya Aliva kemana ya Pak?”. Dia tiba-tiba ngelus dahinya “Ibunya udah ga ada, pas ngelahirin Adiknya Aliva”. “Oh maaf Pak” gua terbelalak dan kaget.

Setelah satu setengah jam mengobrol, gua akhirnya pamit. Dan gua merasakan punya teman berbincang yang baru dan sangat menyenangkan, gua berharap ini satu langkah baik buat hubungan gua sama Aliva. Sebelum pamit Bapaknya bilang sesuatu sama gua yang buat gua kepikiran sampe pulang. “Jaga Ibu kamu, gimana pun dengan banyak kegagalan dia dalam hidup. Dia akan sulit percaya sama laki-laki, mungkin kamu dan Kakak kamu adalah laki-laki tersisa yang bisa dia percaya. Apalagi dengan apa yang dia perjuangkan selama ini, itu semua mahal. Kamu ga akan bisa bayar dan dia juga ga butuh dibayar. Oleh sebab itu, bakti dan patuh sama dia jadi motto hidup kamu kedepannya. Semoga kamu jadi manusia yang bisa menjalankan motto hidupnya”

Hari itu setelah dari rumah Aliva, gua pulang ke rumah. Gua langsung hubungin Aliva. Gua khawatir ada sesuatu yang terjadi antara dia sama Darmawan. Apa lagi setelah gua tahu di belakang Aliva, Darmawan sering ngebicarain dia bareng temen-temennya. Aliva bukan seseorang yang gampang didapetin, tapi dengan situasi yang terus dibikin kemungkinan Darmawan untuk dapetin Aliva sangat besar.

To Aliva :

De, aku tadi ke rumah.

From Aliva:

Iya Kang, tadi Bapak cerita.

To Aliva :

Iya, aku tadi ngobrol sebentar

From Aliva:

Iya Kang ga apa-apa, bagus malah. Bapak jarang ngobrol sama anak muda, kecuali Anaknya.

Bagus? apa ini pertanda baik? atau pertanda buruk? Terlihat jelas kalo ini pertanda baik sih. Ya gua pengen nanya aja. Gua harusnya lebih seneng karena bisa deket sama Bapaknya. Itu tandanya jalan gua buat dapetin Aliva semakin terbuka lebar. Tapi gua malah bingung. Setelah Aliva bilang gitu dan kalimat terakhir Ayahnya saat ketemu gua. Gua malah ngerasa gua lebih pengen jadi Anaknya ketimbang jadi menantunya. Tapi kan menantu juga sama kaya Anak. Iya sih, tapi ada hal besar yang selama ini gua pikirin dan ga pernah nemu solusinya, yaitu masalah Ibu gua.

Ibu gua umurnya sekitar 51 tahun, lebih tua 6 tahun dari Bapaknya Aliva. Dia nikah sama Bapak gua pas umurnya 22 tahun persis di umur gua yang sekarang, bukan pernikahan yang sukses karena masalah yang terus terusan terjadi. Setelah bertahan selama kurang lebih 20 tahun akhirnya mereka bercerai. Sulit dihadapi oleh gua, karena waktu itu gua masih SD. Tapi gua bukan orang yang cukup bodoh dan ngerusak hidup karena permasalahan rumah tangga orang tua.

Abang gua cukup tertekan akan hal itu, tapi ga jadi masalah besar juga akhirnya. Karena dia cukup lemah untuk memberontak, lagi pula di kehidupan nyata hal-hal bodoh kaya di sinetron tuh satu banding seribu. Kenapa yang suka di tampilin itu mulu ya. Yah emosional yang di cari untuk kepentingan komersil, ilmu dasar dalam pemasaran. Walaupun malah dianggap nyata sama yang nonton.

Setelah 2 tahun bercerai Ibu gua nikah lagi dengan seseorang yang dikenalin sama temennya. Sekarang udah bukan temennya sih, eh tapi ga tahu. Ibu gua juga ga terlalu peduli. Bapak tiri gua orang yang cukup baik dan sering ngasih apa yang gua minta atau apa yang Abang gua minta. Tapi mereka harus bercerai juga akhirnya, dikarenakan konflik ringan yang jadi besar. Karena faktanya Ibu gua cukup perasa terhadap hal-hal kecil.

Tanpa suami bukan hal yang sulit bagi Ibu gua, karena selama menikah sama Bapak gua pun, dia bukan orang yang diam aja, dia mencoba untuk mencari penghasilan sendiri. Dia bisa menghidupi gua sama Abang gua, sekalipun tanpa penghasilan dari Bapak gua.

Setelah dua kali gagal menikah, akhirnya Ibu gua mencoba mencari pasangan lagi. Karena dia masih percaya bisa menemukan pasangan hidup yang selama ini dia cari. Dia yakin bakal ada seseorang yang bisa ngebimbing dia untuk mendapatkan kebahagiaan yang selama ini benar-benar dia butuhkan.

Kali ini gua ga akan bilang kalo dia buruk, tapi gua yakin banget kali ini untuk mengatakan bahwa pernikahan ketiga adalah yang terburuk. Sekali lagi bukan karena Ayah tiri gua jahat atau berprilaku buruk terhadap Ibu gua. Melainkan karena dua orang yang sangat berbeda bahkan bisa dibilang ga punya kecocokan sama sekali, di mana Bapak tiri gua sering berpergian dan mobilitasnya tinggi. Sementara Ibu gua orang yang sangat amat curigaan dan ga terlalu suka ngeliat suaminya pergi-pergian mulu. Akhirnya mereka bercerai lagi.

Gua selalu berharap kalo Ibu gua selesai dengan semuanya, dan mencoba menjalankan hidup biasa seperti orang normal meskipun tanpa suami. Dan sejujurnya bisa dilakukan walaupun dengan sedikit adaptasi. Tapi gua tahu ada sisi yang kosong dan ada kebutuhan yang ga bisa gua sama Abang gua penuhi. Gua ga yakin di umurnya yang sekarang Ibu gua bisa menemukan seseorang yang tepat. Di sisi lain gua juga ga mau ngelihat Ibu gua terus-terusan seperti itu.

Lihat selengkapnya