The mosby

Fahmi Sihab
Chapter #9

Big Chance

Gua masih ga habis pikir dengan tindakan Haris yang masih mau deketin Aulia padahal dia udah punya istri. Walaupun ini prasangka tapi ini menguntungkan gua, jadi bodo amat lah ya. Gua masih harus mencari banyak bukti yang nantinya akan gua perlihatkan kepada Aulia. Gua harus bergerak cepat sebelum semuanya terlambat.

Aulia sampai saat ini belum punya hubungan apa-apa sama Haris. Dengan pengakuan temannya yang mengatakan kalo Aulia suka sama Haris. Gua udah bisa dikatakan gagal dalam proses dan rencana gua buat dapetin Aulia. Tapi semenjak gua melihat Haris bawa cewek dan anak kecil yang gua anggap istri dan anaknya. Semangat gua timbul lagi.

Tapi gua ga mau bikin tuduhan yang malah bikin Aulia ilfeel. Akhirnya satu minggu gua habiskan waktu untuk observasi kegiatan Haris. Gua lihatin gerak-geriknya di kampus, gua cari tahu informasi dari teman-temannya. Sampe gua tanya umurnya ke semua orang di kelas. Sesuatu yang mungkin akan membuat orang mikir kalo gua yang sebenernya naksir Haris. Tapi itu ga ngaruh, gua masih yakin kalo Haris adalah seorang yang sedang mencari istri kedua.

Beberapa hari setelah kejadian itu, gua udah ga seintens dulu komunikasi sama Aulia. Hanya sesekali ngomentarin statusnya dia. Kadang juga dia ngomentarin status gua, dan sesekali nanyain kabar gua. Walaupun pada akhirnya chat gua cuma dibaca doang dan ga di bales. Itu juga salah satu hal yang menyebabkan gua dan dia ga chattingan lagi.

Gua sempat berfikir untuk ngasih tahu Aulia langsung tentang Haris dan semua hal yang gua lihat. Walaupun belom tentu benar setidaknya gua punya peluang bikin dia ragu dan akhirnya mempertimbangkan untuk buka hati buat gua. Tapi semua itu ga gua lakukan karena segimana pun gua suka sama Aulia, gua akan sedih melihat dia kecewa karena dikhianati apalagi gua berperan di dalamnya.

Gua masih berusaha mencari tahu. Ingin membuktikan bahwa Haris memang sudah menikah dan mencoba menjadikan Aulia istri keduanya. Dan semua jalan terbuka lebar setelah gua akhirnya menemukan alamat rumah dia. Bukan cerita yang bagus bagaimana proses gua mendapatkan alamat rumah dia. Karena semua itu dilalui dengan proses yang rumit juga untuk tahu jadwal dia mengajar karena gua harus nanya salah satu guru namanya Bu Rosi, dan berpura-pura mau belajar ngaji karena gua adalah seorang mualaf yang baru dapet hidayah masuk Islam dari sebelumnya penyembah makanan-makanan pokok.

“Emang ada agama kaya gtu mas?” ( sambil terkaget )

“Ada Bu, saya si lebih fokus ke Dewa nasi.”

“Gimana ibadahnya Mas?”

“Biasanya saya lapar, terus Dewa minta saya gigitin.”

“Itu mah namanya makan.” (mulai terlihat kesal)

“Ko Ibu tahu nama ritualnya?”

“Nih alamatnya, udah sana pergi.” ( dia beranjak pergi dan memasang muka

seperti ga berharap ketemu gua lagi )

Hari pertama gua lewat rumahnya Haris, gua belom menemukan tanda apa-apa. Di satu sisi juga gua ga menemukan Haris sama sekali. Gua sedikit curiga apakah gua di tipu dan dikasih alamat palsu atau emang dia sedang sibuk-sibuknya. Gua juga sempat bertanya sama orang-orang sekitar dan ga ada satu pun jawaban yang memuaskan.

“Bu permisi, ini benar rumahnya Haris?”

“Iya benar, tapi saya bukan siapa-siapanya jadi jangan tangkep saya Pak.”

(sambil berusaha melepaskan diri dari gua)

Apa gua terlihat seperti seorang polisi anggota densus 88 yang lagi menggrebek seorang narapidana kasus penculikan uang sebesar 10 miliar lebih? Itukan harusnya pencurian Mi, iya gua tahu gua ngetes kalian sebagai pembaca novel ngeh ga. Udah deh jangan berfikir kalian paling pinter di dunia pernovelan.

Hari ke dua gua mulai mendapatkan titik terang. Gua ngelihat Haris datang bawa mobil bareng dengan cewek dan satu anak yang persis waktu itu gua lihat di McD. Gua agak senang dan sedikit sedih. Di mana gua senang karena tuduhan gua ternyata mungkin aja bener dan gua juga sedih karena terpikir Aulia akan sedih banget.

Gua langsung foto semua yang gua lihat. Gua belom berani mendatangi langsung Haris dan cewek yang dia bawa. Karena gua belom juga punya argumen yang kuat untuk bisa bikin Haris ngaku kalo sebenernya dia udah merit dan berusaha buat dapetin Aulia. Gua bergegas pergi sambil memikirkan rencana selanjutnya.

Gua melamun di pinggir lapangan sambil memikirkan kemungkinan-kemungkinan positif yang Haris lakukan dan sebetulnya bisa aja, tapi keinginan mendapatkan Aulia membuat gua merasa ngerusak semuanya. Di tengah-tengah lamunan gua, sebuah bola yang ditendang cukup kuat menghantam kepala gua. Pluk, kacamata gua pun jatuh. Dan gua rasa tendangan itu bisa bikin satu balita kehilangan tulang ekor, kalo dia lagi duduk di baling-baling pesawat Sukhoi.

Lihat selengkapnya