Derap kaki memecah keheningan malam. Beberapa orang berlari membawa senjata. Gang sempit di mana rumah-rumah kecil berjajar itu lengang seolah penghuninya sudah terbiasa mendengarkan keributan, sehingga tak satu pun dari mereka berniat ke luar untuk memeriksa apakah yang sedang terjadi.
Malangnya, seorang pria yang mulai kelelahan berlari kini menemui ujung gang dengan hadangan dinding yang menjulang tinggi.
Napasnya seolah putus-putus, ia mencoba mengatur napas agar dengusannya tak terdengar oleh beberapa pria yang mengejarnya. Sayangnya, napasnya begitu memburu. Dengusannya seolah menggema memenuhi gang sempit yang memanjang itu.
Ketika telinganya mulai mendengar hentakan kaki-kaki bersepatu boot yang mulai mendekat, ia segera berjaga-jaga. Tak ada pilihan selain melawan. Meski kemampuan bela dirinya bagus, ia tak yakin juga apakah bisa melawan beberapa orang sekaligus dengan keadaan kelelahan.
"Sial!" gumamnya ketika tiga orang pria bertubuh tinggi besar sudah sampai di hadapannya.
Ketiga pria itu memiliki ciri masing-masing. Satu di antaranya botak dengan mata super sipit, tapi badannya lah yang paling besar. Satu lagi bertubuh atletis dengan kulit gelap dan rambut gondrong. Dan yang terakhir, si gendut dengan rambut cepak.
Mereka membawa senjata berupa tongkat kayu yang besar di masing-masing tangan mereka. Rasanya tidak seimbang jika melawan satu pria dengan tangan kosong dan nampak sudah babak belur.
"Mari, kita bicarakan baik-baik," bujuk si minor, mencoba mencairkan suasana. Jika ia bisa menipu tiga pria di depannya ini lagi, maka dirinya punya kesempatan untuk kabur lebih jauh.
"Kau pasti berniat membodohi kami lagi, kan? Cih... itu tidak akan berhasil," balas pria gendut di depannya.
"Itu tidak mungkin, aku sudah terdesak kali ini. Ayolah, percaya padaku sekali ini saja!"
Ketiga pria di depannya kini saling berpandangan, seolah mereka berunding lewat kontak mata. Si minor rupanya memakai kesempatan itu untuk kembali mengelabui mereka.
Dengan jurus langkah seribu, ia mulai berlari lagi menerobos tiga benteng di depannya.
"Bajingan itu kabur lagi!" seru si atletis. Otomatis mereka bertiga kembali berlari mengejar target di depan.
Namun, keburuntungan rupanya sedang berpihak pada si target. Tepat ketika kakinya melangkah keluar dari gang, sebuah bus berhenti seolah telah menantinya. Begitu pria itu masuk, bus bergerak pergi meninggalkan tiga orang pria menyedihkan yang telah berhasil ditipu berulang kali.
"Whatever i do, i still winning," gumamnya setelah duduk di bangku paling belakang.
***