The Most Hated

iamlit
Chapter #3

Dia, Jay

"Jadi ini rumahmu?" tanya pria bertato itu. Ia memutuskan untuk mengantar wanita itu pulang, jaga-jaga saja jika ada preman yang menghadangnya. Rumah wanita itu nampak kecil dan sederhana. Jarak rumah-rumah di gang ini benar-benar dekat. Tak bisa dikatakan layak, bahkan rumah seperti ini mungkin akan dengan mudah dibobol perampok. Tapi, siapa yang peduli? Mempunyai atap di atas kepala saja sudah beruntung. Lagi pula, tak akan ada perampok yang akan menyambangi rumah orang-orang miskin ini.

"Iya, terima kasih sudah mengantarku," ucapnya sembari meminta alih kembali sang putra yang nyaman di gendongan pria bertato itu. Sang putra bahkan dengan mudahnya tertidur di gendongan pria itu.

"Sama-sama. Lain kali hati-hati, jangan melintasi jalanan sepi sendirian." Pria bertato itu berbalik hendak pergi dari tempat itu.

"Tunggu!" panggilan dari wanita itu menghentikan langkahnya. Ia menoleh, sedang si wanita nampak menunduk seolah dilanda bimbang.

"Aku akan obati lukamu," ucap wanita itu kemudian.

"Ini bukan karena berkelahi dengan preman-preman tadi."

"Tapi aku melihat preman itu memukul wajahmu."

Pria bertato itu hanya menatap lurus pada wanita di depannya. "Tidak usah, nanti juga sembuh sendiri."

"Anggap saja ini sebagai tanda terima kasih dariku. Masuklah!" pinta wanita itu.

Beberapa menit terdiam di tempatnya berdiri, pria itu akhirnya melangkah ragu dan masuk ke rumah super sederhana itu. Ketika sampai di dalam, pria itu mengedarkan pandangannya. Terdapat 4 ruangan di sana. Kamar, dapur, kamar mandi dan ruangan depan yang bisa disebut ruang tamu. Tapi di dalam sini bahkan tak ada satu pun kursi. Hanya ada sebuah meja dengan kaki-kaki pendek yang dibiarkan bersandar di salah satu sisi dinding. Mungkin meja itu baru akan ditata jika ada tamu yang datang.

"Tunggu di sini sebentar!" pinta wanita itu yang kini berjalan masuk ke kamar untuk menidurkan sang putra. Ia kembali keluar dan berjalan menuju dapur. Setelahnya ia menghampiri pria bertato itu dengan membawa sebuah baskom berisi air hangat beserta handuk kecil.

"Aku tak bisa memberikan uang padamu untuk berobat, seperti yang kau tahu; aku hanya memiliki 2 dollar yang tersisa di saku jasku," ucap wanita itu sembari mengusap beberapa lebam di wajah pria itu. Wajah pria itu kotor, mungkin karena ia belum mencuci mukanya. Ketika wanita itu berhasil membersihkan seluruh wajah si pria, sesaat ia terdiam menyadari paras tampan si pria yang tertutupi lebam.

"Namaku Dara, siapa namamu?" tanya wanita itu. Namun, pria itu hanya diam dan melengos seolah tak ingin mengungkapkan identitasnya.

"Tidak masalah jika kau tak ingin memberi tahuku," ucap wanita itu lagi.

"Namaku Jay," jawab pria itu. Setelah selesai, Dara beranjak dan masuk kembali ke dapur. Jay masih duduk di tempatnya dan tengah memikirkan bagaimana caranya ia berpamitan. Tak mungkin ia langsung pergi begitu saja.

"Ganti pakaianmu," ucap Dara sembari menyodorkan baju berlengan panjang dan celana panjang pada Jay.

"Tidak—"

"Pakaianmu kotor. Apa kau nyaman berpakaian seperti itu?" potong Dara.

Lihat selengkapnya