The Motion of Puppets

Mizan Publishing
Chapter #3

3

Wanita itu seolah-olah terbuat dari kumparan kawat di balik kulitnya. Otot tungkainya tampak kencang, seolah satu sentuhan saja dapat melentingkan tubuhnya.

 Bahkan rambut panjang hitamnya terikat kuat di kepala, nyaris tak bisa dikekang. Hanya wajahnya yang tetap da­ tar, tanpa emosi, matanya semati dan sehitam mata bone­ka­. Dia mengetuk-ngetukkan kaki selagi Theo bicara dan me­­mutar-mutar pergelangan tangan dalam gerakan-gerakan­ rumit. Egon menahannya saat hendak ke gudang dan mem­ perkenalkannya sebagai Sarant, si Manusia Simpul dari Tibet.

 "Aku cemas," ujar Theo. "Sudah seharian aku tak mende­­ ngar kabar darinya dan Kay biasanya tidak begitu. Kupikir kau mungkin­ bisa membantuku mencari tahu apa yang terjadi."

Sarant menjawab dengan nada meremehkan khas bin­ tang sejati. "Kami pergi makan malam setelah pertunjukan,­ cuma itu. Jangan tanya di mana tempatnya. Aku tak bisa ingat nama-nama jalan yang ruwet ini. Kami bertujuh. Mi­num-minum sedikit. Sebenarnya kami yang menutup bar, lalu pulang ke tempat masing-masing."

 "Tapi ke mana Kay? Dia tak kembali ke apartemen." Sambil menggigiti bibir bawahnya, Sarant tampak ce­pat-cepat ingin pergi dari sana. "Dengar—Theo, ya? Aku tidak­ tahu apa yang terjadi pada istrimu. Kami yang tidak tinggal­ di Basse-Ville memanggil taksi, dan sementara kami menunggu, dia bilang hendak jalan kaki pulang. Jadi, dia pergi."

 "Tak ada yang mengantarnya pulang?"

 "Dia sudah dewasa dan katanya jaraknya tidak jauh."

 "Sendirian?"

 "Awalnya ya, tapi lalu Reance sepertinya khawatir dia berjalan­ sendirian pada tengah malam, jadi dia mengejarnya. Menyusulnya."

 Tahu-tahu muncul di tengah mereka, Egon menggosok-gosok kedua tangannya. "Jadi misterimu terpecahkan, Mon­ sieur. Kisah yang sama kunonya seperti manusia purba yang menyeret seorang gadis dengan menjambak rambutnya—” Pegas itu mencelat, dan Sarant menampar pelan puncak kepala Egon. "Va chier. Jangan dengarkan si cebol ini, Theo. Dia osti d'épais dan tidak tahu apa-apa. Kami semua tidak tahu apa-apa. Aku yakin masalah ini akan lebih jelas saat mereka­ muncul. Penjelasan logis."

Sebelum dia bisa beranjak, tangan Theo mencengkeram lengannya. "Tapi menurutmu," tanyanya, "tidak mungkin ada sesuatu di antara mereka, kan?"

 Dengan sedikit memuntir pergelangan tangan, Sarant membebaskan diri. Dia tersenyum masam, seolah-olah teringat kencan­ masa lalu. "Dalam sejarah pria dan wanita, segala hal bisa terjadi, seperti tentunya kau ketahui. Tapi meski be­ gitu, aku tak ingat istrimu bergenit-genit dengan Reance, jika itu maksudmu. Meskipun Reance terkenal sebagai ban­ dot tua yang jago merayu dan istrimu cocok dengan selera­­ nya. Mungkin istrimu tidur sampai siang di tempatnya dan seharian berusaha mengobati pengar. Kau harus tanya sen­ diri pada Reance. Atau lebih baik lagi ke istrimu sendiri." Pemain akrobat lain muncul dan menyelamatkannya, dan mereka berjalan pergi sambil berbisik-bisik dan terkikik, seperti siswi SMP yang tengah bergosip.

 Egon menarik-narik lengan baju Theo. Di bibirnya ter­ gantung­ cerutu yang belum disulut. "Ayo, kita cegat mereka."

Di jalan di depan gudang dengan para perokok, mereka mengawasi yang lain datang dari segala arah. Sambil me­ngepul­-ngepulkan asap dari cerutu kecilnya, Egon meng­ angguk pada para aktor dan kru sementara Theo meng­amat-amati wajah-wajah di rombongan itu. Mereka semua memancarkan­ keriangan dan keceriaan, setiap orang tanpa kecuali,­ seolah dilukis oleh seniman yang sama. Theo me­ nunggu Kay muncul dan memberi penjelasan panjang-le­bar, tapi dia sudah tak peduli ke mana Kay semalam. Dia hanya ingin melihat wanita itu lagi dalam keadaan sehat dan selamat. Di mana kau? Akankah kau pulang?

 Lelah setelah perjalanan jauh, Muybridge menenang­kan­ diri dulu, berjalan ke pintu belakang, dan mengetuk pintu­. Katanya, "Ada pesan dari istriku untukmu," lalu dia menem­­ bak si pria selingkuhan begitu membuka mulut. Theo ingin punya pistol di ikat pinggangnya. Dia membayangkan Kay dan Reance mendekat tanpa raut berdosa, asyik mengobrol­ tentang semalam, tanpa curiga apa-apa, dan Theo akan mengeluarkan­ revolver dan berkata, "Ada pesan untukmu tentang­ istriku," lalu menembakkan peluru ke hati hitam si bangsat itu.

 Segelintir pemain yang Theo kenali sebagai teman Kay dicegat di jalan masuk dan ditanyai apakah mereka­ meli­­ hatnya atau mendengar kabarnya, tapi mereka seper­tinya­ bingung dengan pertanyaannya. Teman Theo, Egon, ikut mendesak,­ bertanya apakah mereka melihat Reance, dan apakah pria itu bilang akan datang terlambat? Pukul empat berlalu dengan cepat, dan kedua orang itu belum­ juga da­ tang. Egon menyalakan cerutu lagi dan duduk di serambi muka. Tak lama kemudian, lelah karena mondar-mandir di trotoar, Theo ikut menunggu di sana bersamanya.

Lihat selengkapnya