Kepala Vanessa saat itu benar – benar terasa pusing. Ia tak tau apalagi yang harus di lakukan. “Tin…Tin…Tin…memulai perintah”. Samar – samar terdengar suara mekanik. “Srriiiinggg” tiba – tiba Vanessa pun hilang, Dan tak ada yang menyadari hal itu.
“Srriiiiinnggg!!!!”. “Ugh…Ummhh…”. Perlahan Vanessa pun membuka matanya. Ia pun terbangun, dan menyadari bahwa tubuhnya menjadi tembus pandang seperti hantu. “Apa ini? Kenapa tubuhku jadi begini?” ujarnya. Ia pun melihat beberapa anak kecil berlarian. Lalu menembus tubuhnya. “Haaaahhh!!???” ujar Vanessa. “Tunggu, tunggu, tunggu. Apa aku sudah…..Mati??????” ujar Vanessa. Ia masih mengenakan armornya seperti tadi saat pertempuran. Tidak ada darah atau luka di sekujur tubuhnya.
“Kalau aku sudah mati…Kenapa aku masih di sini?” pikirnya. “Apa jiwaku tidak tenang? Tapi kalau iya kenapa aku malah di sini? Gak di istanaku saja gitu? Kamar, singgasana?” pikir Vanessa lagi. “Tauklah! Masa bodo!!” pikir Vanessa lagi. “Tunggu, apa ini? aku tak ingat punya gelang semacam ini” gumam Vanessa. Ia pun melihat lebih dekat gelang ittu dan menyadari.
“Ini kan gelang perintah!! Dan perintahnya adalah……Kembali ke masa lalu?? Untuk apa? Waktunya sampai kapann??” ujar Vanessa setengah berteriak. Ia pun kembali membaca pengaturan dan perintahnya. “Ke 15 juni 20**. Ini sih sekitar beberapa minggu lalu sebelum pertempuran kan? Di saat seperti ini aku dan Ace sedang mencoba untuk kabur dari Casino Ware’s bukan?” pikir Vanessa. “Tapi ini dimana?” iapun kembali melihat gelang perintah.
“Ini dii…Geralda Ruins? Dan waktunya…tidak ada diberi tahu?!” ujar Vanessa. Tiba – tiba saja dia berpindah tempat. Seolah ini semua telah diatur. Kini dia berada diatas gedung pencakar langit. Kemudian dia melihat sesosok gadis bertubuh tinggi dengan sayap jet, berambut ungu kehitaman, berpakaian hitam ketat berlapis dengan emas. Gadis itu memiliki besi hitam yang juga berlapis emas, dan panah besi yang terlihat aneh dan unik. “Siapa itu?” gumam Vanessa. Ia pun terbang ke hadapan gadis itu. Wajah gadis itu tertutup dengan poninya. Kemudian gadis itu sedikit merapikan poninya. Vanessa terkejut dengan apa yang dilihatnya. “Kak Kayla!!” ujar Vanessa.
Lalu ia mengambil busur dan panahnya yang tepat ada di punggungnya. Ia nampak mengarahkan panah itu ke arah gedung – gedung. Kemudian ia menghembuskan nafasnya. Lalu melepaskan anak panah itu. Berulang kali ia melakukannya ke beberapa gedung dan tempat umum kemudian meledak. Persis dengan apa yang di katakan Ray saat rapat waktu itu.
Kemudian ia nampak mengambil sesuatu dari kantung kecilnya. Rupanya ia mengambil sebuah remot. “Remot apa itu?” gumam Vanessa. “Hhh…Ayo lakukan saja Kayla. Semua ini harus berakhir…” bisik Kayla pada dirinya sendiri. Namun Vanessa dapat mendengar itu dengan jelas. Lalu ia menekan salah satu tombol di remot itu, seketika terdengar suara – suara aneh. Vanessa juga dapat mendengarnya namun ia terlihat baik – baik saja.
“Itu dia! Teroris itu ada di sana!!! Cepat tembak diaa!!!” teriak Marry, menggunakan pengeras suara. Dengan cepat Kayla terbang meninggalkan gedung itu. Pertempuran pun terjadi. Vanessa, melihat masyarakat kota Geralda Ruins berlarian kocar – kacir. Sebenarnya, dia ingin sekali membantu mereka. Namun, apa daya? Dia hanyalah hantu jadi – jadian disana.
Akhirnya, ia memutuskan untuk mencari Ray. Dia sangat penasaran dengan apa yang di lakukan kakaknya itu. Semenjak mendengar kata – kata Kayla yang mengatakan bahwa Kakaknya adalah orang terbusuk dan terkejam atau apalah itu….Dia benar – benar sangat penasaran. “Ngomong – ngomong dengan sifatku yang kepo ini….entah kenapa, aku merasa telah menjadi seperti arwah penasaran” pikirnya. Kemudian ia pun cekikikan sendiri. Yang dia maksud adalah hantu yang sangat kepo. Memang sudah jadi ciri khasnya yang kadang suka berpikiran konyol dan ambigu.
“Hhh…” desahnya. Padahal ia tidak merasa kelelahan. Namun ia merasa sangat bosan mencari kakaknya yang tak kunjung ketemu. Ia pun merasa bosan dan akhirnya memutuskan untuk duduk di gedung yang setengah hancur. Kemudian ia melihat sebuah api yang berkobar. “Sepertinya berasal dari ledakan tadi” gumamnya. Api itu membakar tumpukan baju dan beberapa sampah plastik. Iapun mendekati api itu. Lalu menyentuh api itu dengan tangan kananya. Kemudia menggerak – gerakkan tangannya. “Wah, keren!” ujarnya. Dan itu adalah hal yang paling konyol yang pernah di lakukannya.
“Krotak….Kratak…”. “Ha? Apa itu?” ujarnya. Ternyata itu Ray dan beberapa polisi yang lain. Ia nampak berjalan – jalan di sekitar reruntuhan gedung tempatnya duduk. “Aku harap ini semua segera berakhir” gumamnya. Lagi – lagi dia bisa mendengar dengan jelas gumaman kakaknya itu. Kemudian Ray melihat sesuatu yang mengganjal di reruntuhan itu. “Ada apa tuan?” tanya salah satu polisi. “Angkat batu – batu itu!” perintah Ray. Merekapun langsung menurutinya saja. Ray pun melihat ternyata ada sebuah pintu rahasia.
Ia pun membuka pintu itu dan masuk kedalamnya diikuti dengan polisi lainnya. Vanessa pun mengikuti kakaknya dari belakang. Dan ternyata ada sebuah ruangan. dan didalamnya ada meja belajar yang dipenuhi dengan kertas – kertas, beberapa file, serta 2 foto. “Berantakan sekali. Tapi sepertinya ada yang memasukinya lebih dulu dan mengobrak – abriknya.” gumam Vanessa.
Mereka semua pun berpencar dan melihat – lihat. Ray pun mendekati meja belajar itu. Dan betapa terkejutnya dia, ada foto Kayla bersama keluarganya. Kemudian Ray membalik fotonya. Dan ia semakin terkejut ketika melihat ada sebuah tulisan tangan. Tulisan itu bertuliskan: Ahern Gerald, Esme Gerald, William Gerald, Xavier Gerald, Sheila Gerald, Adeline Gerald, Kayla Gerald, Kai Gerald, dan Ace Gerald.
Salah satu polisi itu menemukan sebuah buku harian. Ia pun membuka dan membacanya . Polisi itu pun terkejut. “Tuan tolong kemari sebentar, sepertinya ini buku diary Kayla Gerald. Dari tanggalnya sepertinya dia masih hidup dan tinggal disini!” ujar polisi itu. “Apa?! Coba aku lihat” ujar Ray. Vanessa pun menembus kakaknya dan ikut membacanya.
Isi buku itu adalah isi cerita dan rencana balas dendam. Cerita itu yang ada di buku itu sama persis dengan yang di ceritakan Ace. Di situ juga tertulis bahwa Kayla kini menyamar dengan nama Rabella Rossa. Ray pun semakin terkejut. “Tuan, sepertinya ada yang merencanakan pembunuhan anda! Lihatlah papan itu!!” ujar polisi yang lain. Terlihat foto Ray yang terpampang jelas di papan itu. Dan beberapa kertas, dan foto lain yang penuh dengan coretan spidol merah.
“Drrtt…Drrrt….Drrttt” handphone-nya berdering. Rupanya itu sebuah panggilan telpon dari Marry. “Halo, Jendral Ray kami berhasil menangkap terorisnya. Dan mungkin kau tidak akan suka mendengarnya. Tapi teroris itu adalah Rabella Rossa.” ujar Marry. “Kalau begitu masukkan dia ke penjara. Jangan apa – apakan dia, tunggu saja sampai aku datang ke sana” ujar Ray. “Ayo, kita harus pergi ke markas besar polisi sekarang!” perintah Ray.
“Hhh….Pasti akan memakan waktu yang lama jika aku mengikuti mereka. Bagaiman jika aku terbang saja duluan kesana?” pikir Vanessa. “Yaa…Aku akan pergi sendiri sajalah” ujar Vanessa. Iapun terbang menembus atap ruangan itu.
5 menit kemudian….