Ellisa Grace
...
Sudah seminggu berlalu sejak pertemuan pertama kami. Aku masih tidak percaya kalau semua ini benar-benar terjadi, bukan hanya menjadi hayalan atau bunga tidurku lagi, Semua ini nyata.
Enzo
Nyata
Aku masih tidak tahu sejak kapan dia pindah di apartemen seberang kamarku. Ku kira malam itu aku berhalusinasi karena kepalaku yang berat akibat terlalu banyak menghirup bau alkohol. Tapi keesokan paginya aku melihat dia, Lagi.
Enzo duduk dibalkonnya sambil meneguk kopi paginya yang masih mengepulkan asap. Hari itu adalah kedua kalinya aku melihat Enzo di balkon itu dan ketiga kalinya aku keluar di balkonku. Pada saat itu aku tidak perduli apa yang akan penghuni apartemen lainnya pikiran saat melihatku. Karena saat itu yang kupikirkan hanya Enzo, dia memenuhi setiap tempat dalam pikiranku. Sehingga aku tidak punya tempat yang tersisa dalam pikiranku untuk memikirkan pendapat orang lain.
Sejak saat itu aku sering berpapasan dengannya dijalan saat malam hari. Aku berangkat kerja dan dia pulang kerja. Kami hanya bertegur sapa seperti kebanyakan tetangga pada umumnya. Padahal aku ingin sekali mengobrol banyak dengan Enzo. Tapi aku tetap bersyukur karena bisa mendengar suaranya lagi meskipun hanya beberapa patah kata dalam sehari.
Karena kupikir kami tidak akan pernah bertemu lagi setelah kejadian perampokan tasku malam itu. Ku kira semuanya telah berakhir pada malam itu, Dongengku. Ternyata masih menorehkan kisahnya di atas lembaran kertas putih.
Sekarang aku duduk di balkon kecilku yang tidak kusangka menjadi tempat terfavoritku. Saat ini bukan pagi hari melainkan malam, aku memangku buku tugasku. Aku berniat mengerjakannya dari sejam yang lalu. Tapi sanpai sekarang aku belum membukanya sama sekali. Aku hanya duduk seperti orang bodoh, menatap ke arah balkom tetangga baruku, Enzo.
Jangan salahkan aku ataupun hatiku, itu adalah kesalah Enzo karena terlahir dengan wajah yang indah dan berkharisma. Dan tembok di dalam hatiku tidak cukup kokoh untuk untuk menahan Enzo memasukinya.