The Naked Face

Riri
Chapter #20

Chapter 20. The Wedding day

Lucas Enzo Machiavelli

...

Aku tidak pernah selapar ini dalam berciuman dan tidak pernah sehaus ini ingin bercinta. Ellis seperti Narkotika hanya sekali kau merasakannya dan itu akan membuatmu ketagihan, lagi dan lagi. Kau rela melakukan apapun untuk merasakannya lagi. Dia adalah canduku yang baru. Untung saja sekarang dia akan menjadi milikku walaupun hanya dalam waktu kurang lebih dua bulan.

Dua bulan akan cukup, untuk memuasakan rasa lapar dan hausku terhadap Ellis.

Aku harus mengakhiri sesi ciuman ini atau aku akan langsung melemparkan Ellis ke ranjangku sebelum kami menguncap janji pernikahan di hadapan tuhan.

Kami saling menyandarkan kepala satu sama lain. Napas kami saling memburu, menyerap sebanyak-banyaknya udara.

Aku membelai garis rahangnya dengan ibu jariku "Kita harus pergi"

"Kemana?" Bisik Ellis.

"Gereja, itupun kalau kau tidak keberatan dengan pernikahan yang sederhana"

Ellis menatap mataku, seolah mencari kebohongan akan perkataanku barusan. Tapi itulah kenyataannya. Yang kuinginkan adalah dia, sekarang, di atas ranjangku dengan aku didalamnya.

"Bagaimana dengan keluargamu?" Sahutnya.

"Sama seperti kau sayang, aku tak punya siapa-siapa dan itu membuatku sangat mengagumi dirimu. Kau cantik, kuat dan mandiri. Jadi?

Dia tersenyum sambil mengangguk.

"Tapi sebelumnya aku ingin mengambil beberapa barang di kamarku, kemudian pergi ke makam nenek. Aku ingin berpamitan dengannya"

"Apapun yang kau inginkan sayang" aku mengecup puncak kepalanya.

Aku tidak pernah memperhatikan tempat tinggal Ellis malam itu, karena terlalu kalut dengan teriakan dan tangisannya. Sekarang aku berdiri di ruang tamunya,

Memperhatikan setiap detail dari tempat tinggalnya. Beberapa foto dan lukisan tergantung di dinding yang warna chatnya sudah mulai kusam. Tapi tertutupi oleh karya seni yang luar biasa indah. Lukisan bunga Daisy, tak diragukan lagi kalau Ellis adalah orang yang sama yang berada di tempat kejadian hari itu.

Satu hal yang menarik perhatianku, yaitu sebuah bingkai foto yang diturunkan dari dinding dan disimpan di atas meja. Bekas kusam persegi yang ditinggalkannya di dinding terlihat jelas. Tidak hanya diturunkan dari dinding tapi diletakkan menghadap dinding pula. Seakan Ellis sengaja menurunkannya dan tidak ingin melihat fotonya. Itu membuatku penasaran.

Aku meraih bingkai tersebut.

Foto dua makam yang berdampingan, Neneknya Ellis dan Ellis.

Raut wajah Ellis kecil terlihat sangat sedih, raut wajah yang sama yang dia miliki saat neneknya tiada. Dia berdiri sambil memegang dua tangkai bunga Daisy berwarna putih. Dengan mata hijaunya yang memerah.

Matanya..

Bunga yang dia pegang...

Area pemakamannya...

Mengingatkanku akan seseorang.

Aku melihat foto yang usang ini dengan lebih teliti. Dan menyadari kalau tempat foto itu diambil tampak tak asing.

Lihat selengkapnya