Ellisa Grace
...
Kami berciuman lagi dan Lagi. Enzo terpaksa harus memberhentikan mobilnya dipinggir jalan untuk kami melanjutkan aksi kami. Rasa tidak sabaran kami membuat jarak apartemen Enzo terasa jauh.
Kami telah menjadi sepasang suami istri dalam waktu kurang dari 24 jam. Tak ada gaun, bunga, makanan, keluarga, dan musik romantis yang mengalun. Yang ada hanya kami bertiga. Aku, Enzo dan tuhan sebagai saksinya.
Dalam waktu kurang dari 24 jam, aku menjadi seorang istri dari lelaki yang 99% asing bagiku. Yang kutahu hanya namanya dan rumahnya. Aku tidak tahu orang tuanya, saudaranya, makanan kesukaannya, kebiasaannya menjelang tidur dan saat di terbagun di pagi hari, perkejaannya dan masih panjang lagi daftarnya. Tapi di atas itu semua pertanyaan besarnya adalah. Apakah aku mencintainya?
Enzo melamarku dan aku menerimanya, semurahan itu kah diriku? Aku hanyaTertarik. Dan ingin melakukan suatu hal yang baru diluar dari rutinitas lamaku. Dan saat Enzo menawarkan dunia tersebut aku menyambutnya dengan tangan terbuka.
Sekarang disinilah aku, terjepit di antara pintu dan tubuh tinggi Enzo. Kami berdua kehabisan napas untuk yang kesekian kalinya. Bagiku berciuman tidak pernah terasa sememabukan ini. Karena Enzo tahu betul apa yang dia lakukan. Sementara aku seorang gadis yang hidup seperti seorang pertapa, dan baru mengalami hal-hal yang menggairahkan dalam hidup.
Aku hanya mengalir seperti air, mengikuti irama permainan Enzo.
Enzo menarikku ke arah kamarnya. Aku menurut.
Enzo melepaskan bajuku. Aku menurut.
Enzo menindihku, aku terdiam.
Enzo menggerayangi seluruh tubuhku dengan mulutnya yang pandai itu. Aku terbakar.
Enzo memasukiku. Kami membeku.
Aku memejamkan mataku dengan erat saat Enzo tidak bergerak di atasku. Reaksi berbeda yang dia berikan padaku sungguh menggangguku. Akhirnya dia tahu kalau aku seorang perawan. Aku malu.
Aku tidak tahu kenapa aku malu. Menjadi seorang perawan bukanlah sebuah dosa, bukankah keperawanan sangat berharga untuk seorang wanita? Aku seharusnya bangga karena menyerahkan hartaku yang berharga hanya untuk suamiku. Tapi dunia gila yang semua orang sebut dengan modern ini, mentertawakan keperawanan seperti sebuah lelucon. Seolah keperawanan tidak ada artinya. Selama kamu punya wajah cantik dan tubuh seksi maka semuanya baik-baik saja. Tidak perduli bahwa sebelumnya pernah dijamah oleh orang lain.
Aku merasakan bibir Enzo mendarat di atas kelopak mata kananku, lalu beralih ke kelopak mata kiriku.
"Tatap mataku" bisiknya ditelingaku.
Aku takut, tapi aku menurut. Aku membuka mataku dan langsung disambut oleh iris hitam miliki Enzo. Tatapannya penuh kabut. Aku tida tahu apakah dia marah, kagum atau menyesal telah menikahiku.
"M..maaf-" ucapku dengan nada yang bergetar. Tapi sebelum kata kata ku selesai, Enzo telah menelan sisanya dan mulai mencumbu bibirku.
"Sssstt... jangan katakan itu. Tidak ada alasan bagimu untuk mengatakannya. Aku yang seharusnya minta maaf. Karena aku mungkin bukan lelaki yang sempurna untukmu"
"Tapi aku akan berusaha untuk menjadi lelaki yang baik dan pantas untukmu. Sayang, Percayalah padaku." lanjut Enzo.
Aku hanya bisa mengangguk. Dan kembali mengalir mengikuti irama permainan Enzo.