The Naked Traveler 8: The Farewell

Bentang Pustaka
Chapter #3

Traveling Masa Kini

TRAVELING dulu dan kini jelas banyak bedanya. Dulu saya masih menggenggam tiket pesawat dalam bentuk buku sebesar kuitansi yang ditulis tangan, kini tinggal menunjukkan layar ponsel untuk dipindai bar code-nya di pintu masuk pesawat. Dulu membawa buku panduan perjalanan setebal batu bata, kini hanya lihat layar ponsel. Masih banyak perbedaan mencolok tentang traveling dulu dan kini, tetapi saya lebih tertarik mengamati perbedaan generasi masa kini saat traveling.

Belakangan ini saya sering traveling bersama para milenial. Maklum, generasi milenial, atau yang lahir sekitar 1981—1997, merupakan generasi terbanyak di dunia yang merajai traveling. Mereka lahir dan besar dengan gawai, internet, dan media sosial, sehingga muncullah fenomena FOMO (fear of missing out). Menurut tim peneliti dari University of Essex, konsep ini merujuk pada kekhawatiran jika melihat orang lain terlihat lebih bahagia dan merasakan kepuasan yang lebih besar daripada mereka, sehingga timbul keinginan untuk tetap terhubung dengan media sosial secara terus-menerus, terutama untuk mengetahui apa yang orang lain lakukan.

FOMO inilah yang mengubah tujuan traveling para milenial, yaitu mengisi feed media sosial mereka supaya eksis dan tidak kalah dengan yang lain. Saya sering diajak traveling oleh para milenial hanya karena mereka mengeluh, “Instagram gue isinya ngebosenin nih. Saatnya traveling biar feed-nya kece!” Rupanya traveling tidak lagi seheroik dulu yang bertujuan untuk mengeksplorasi, mempelajari budaya baru, berkenalan dengan orang lokal—atau bahkan bertujuan romantis untuk “menemukan diri”.

Kini inspirasi destinasi traveling didapat dari media sosial, seperti Instagram, Facebook, Twitter, atau YouTube. Ditambah lagi dengan teknologi yang sangat mempermudah traveling: informasi destinasi, pemesanan hotel, beli tiket, dan lain-lain, yang dapat dilakukan dengan cepat melalui aplikasi ponsel membuat traveling semakin impulsif. Harga yang semakin terjangkau dan FOMO semakin mendorong milenial untuk traveling. Bahkan menurut penelitian, generasi milenial lebih banyak menghabiskan uang untuk membeli pengalaman daripada materi.

Akan tetapi, segala kemudahan itu membuat saya justru merasa prihatin melihat para milenial traveling. Suatu hari di puncak bukit Padar di Taman Nasional Komodo, saya ingin melepas lelah sambil duduk menikmati pemandangan yang spektakuler. Yang terjadi adalah, saya diteriaki untuk minggir karena spot itu diserbu oleh para milenial yang berfoto! Maka, spot cantik itu berubah menjadi photo session dengan berbagai pose dan bunyi cekrak-cekrek kamera, juga bak syuting ala presenter acara jalan-jalan di TV dengan video diri menggunakan ponsel dan tongsis. Tak sedetik pun mereka berhenti memfoto atau difoto demi menikmati alam!

Kini traveling tidak berarti duduk diam menikmati pemandangan spektakuler dari atas bukit, mendengarkan suara deburan obak, atau merasakan angin pantai yang menerpa pipi. Begitu sampai di suatu destinasi, semua berlari ke spot yang sama, berebutan foto atau video. Setelah acara foto selesai, segera pindah ke tempat lain karena takut keburu penuh orang yang juga berfoto.

Lihat selengkapnya