THE NEXT .
5 NOVEMBER 2038
Ahmad riang merangkak kesana kemari menghampiri mobil-mobilan disisi tembok biru dan kembali membawanya pada sang ayah, Karim memasang topeng senyum manis yang sedari tadi menahan keroncong yang tak kunjung henti.
Di dapur, terdengar suara memotong, mengaduk, dan mengetuk bermuara dari sekuali kari ayam, aroma kuat akan hasrat nan mantap memastikan rasa yang mengundang selera penghirupnya sampai menggerogoti isi diksi yang penuh imaji, mengusik jadwal sibuk pagi yang asyik.
Karim lekas mengakhiri permainan dengan mengangkat tinggi Ahmad ke langit-langit rumah, melihatnya tertawa indah dan kembali mendekap dalam pelukan ayah yang selalu di damba, lapar sudah memuncak dipucuk lidah. Nampak lezat.
“Masakan siap!” Rahma keluar dengan sebentang sapu tangan diatas kuali panas diiringi senyum manis agak ragu nan hati-hati, berjalan cepat berjinjit dan menaruhnya diatas meja bundar lebar.
Keluarga Karim terkenal dengan keramah-tamahan dan kesederhanaannya, rumah lantai satu dengan luas sedang begitupun arsitekturnya, taman kecil didepan dan kebun kecil dibelakang, biasa dipakai untuk berkemah setiap dua minggu sekali.
Acara bakar-bakaran selalu jadi jadwal terasyik yang mereka alami, entah jagung ataupun baberque, jadi penutup semua acara kemah malam itu, kata Rahma, berkemah dikebun maupun taman jadi refrensi liburan, ketika dompet tipis dan keadaan yang tak memungkinkan untuk ‘weekend’ bersama di luar. Bisa jadi prioritas.
Lagi, tangan mereka yang ringan menolong sesama,dan romantisnya alam rumah tangga terkadang menimbulkan kecemburan tetangga, terutama kaum istri meminta keromantisan para suami walau sesaat, saat ditanya mengapa hubungannya bisa seakur itu mereka menjawab, ”Karena dibangun dari cinta yang ikhlas dalam tangga menuju ridho illahi dan beratap dalam surga sebelum surga akhirat.”
So sweet .
HAP!