Sebenarnya Marie tidak mau berpisah dengan meja Natal tersebut karena belum menemukan apa yang dia inginkan.
Pada barisan kavaleri Fritz, yang berada dekat dengan pohon, sesosok lelaki kecil yang sangat menarik muncul. Dia berdiri dengan tenang, seolah-olah berharap seseorang mengetahui keberadaannya.
Tentu saja, ada banyak hal yang tidak mendukung penampilannya. Terlepas dari fakta bahwa bagian atas badannya yang agak panjang dan besar tidak cukup cocok dengan kaki kecilnya, kepalanya juga tampak terlalu besar. Pakaian yang dikenakannya bagus, memberi kesan lelaki itu berselera tinggi dan berpendidikan. Dia mengenakan jaket prajurit berwarna ungu yang sangat cantik, dengan banyak tali dan kancing putih, celana panjang, dan sepatu bot paling indah yang pernah digunakan seorang siswa atau seorang perwira.
Pas sekali dengan kaki-kaki kecilnya, seolah-olah sepatu itu dilukiskan pada kakinya.
Aneh, tentu saja, bahwa di atas pakaian ini, dia mengenakan mantel yang sangat sempit, yang tampak seperti kayu, dan dia memakai topi se- orang tukang kayu.
Marie memikirkan Ayah Baptis Drosselmeier yang juga mengenakan mantel sangat buruk dan usang, serta mengenakan topi yang aneh, tetapi dia ayah baptis yang sangat baik. Tapi meskipun Ayah Baptis Drosselmeier berpakaian seelegan sang prajurit kecil, penampilannya tidak akan setampan itu.
Pada pandangan pertama, Marie jatuh cinta pada sang prajurit kecil, yang dari wajahnya tecermin
sifat baiknya. Matanya hijau muda, menonjol agak besar, dan mulutnya tidak berbicara apa pun, kecuali tentang persahabatan dan kebajikan.
Lelaki ini memiliki jenggot putih seputih kapas di dagunya, dan selalu terlihat senyum manis dari mulut merahnya.