Ini dimulai 10 tahun yang lalu. Ketika umurku masih 8 tahun, namun disitulah masa kelam itu dimulai.
Aku sedang bermain bersama teman-teman di sebuah kampung di pinggir kota. Kami bermain sampai lupa waktu, saking serunya permainan.
Tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari kejauhan. Anak-anak lain berdiri ketakutan. Lantas seorang anak kecil menghampiriku, dia adalah adikku, Jim.
"Jim ada apa?" Tanyaku, sedikit meninggikan suara.
"Mamah dan papah..."
Mendengar Jim menyebut mereka sambil menangis, membuat hatiku merasa bak tertimpa tangga.
Aku berlari kearah suara gemuruh itu, benar, suara itu berasal dari arah rumah kami. Jim mengikuti dari belakang, anak-anak lain menatap kami dengan tatapan ketakutan dan panik, mereka berhamburan.
Rumah kami cukup jauh, karena berada di ujung kampung. Kami berdua harus lari melewati beberapa kelokan dan beberapa gank kecil. Terlihat semua orang keluar dari rumah, menatap ke arah suara itu berasal.
Kami sudah hampir dekat, suara itu benar-benar ledakan, api memenuhi kawasan itu, warga sekitar berhamburan menjauhi api. Tapi aku tidak melihat Mamah dan Papah.
Satu kelokan lagi, dari sini aku melihat helikopter terparkir di depan rumah kami, dan beberapa suara hentakan kaki. Aku mempercepat lari, hingga berada di halaman rumah, melihat rumah kami yang terbakar dan orang-orang bersenjata sedang berbaris di depan rumah. Juga, Mamah dan Papah yang sedang di ikat oleh orang-orang itu.
"Mamah, Papah," aku berteriak kencang, orang-orang itu menoleh padaku.
Aku mendekati mereka, namun seseorang menarik tanganku dengan kuat. Adikku juga dipegangi oleh orang bertubuh jangkung memakai pakaian tertutup bewarna putih. Mereka semua memakai pakaian yang sama, serba putih dengan penutup mulut dan pelindung kepala khas militer.
"Jangan sakiti James dan Jim," Mamah berteriak pada orang menahan kami.
"Ya Kami tidak akan menyakiti mereka," seorang pria bertubuh jangkung yang berbeda pakaiannya dari mereka keluar dari helikopter itu.
"Kita berjumpa kembali Ana dan Sai, tidak disangka kalian berada di tempat seperti ini," pria berjas rapih itu berdiri di depan Mamah dan Papah.
Sepertinya pria itu pemimpin mereka, hanya dia yang berpakaian berbeda, dengan jas hitam tidak di kancingi, dan mengenakan kaos putih di baliknya, pria itu berambut hitam legam, serta mengenakan sepatu kulit.
Pria itu menoleh kearah kami.