Kisah hidup lain bermula di sebuah kota kecil yang berjarak cukup jauh dari Kilamara, sekitar enam ratus kilometer yang hanya dapat ditempuh dengan perjalanan darat sepertu bus atau kereta api. Kala itu hari Sabtu tanggal 17 Desember 2022, manakala seorang guru ekonomi dengan kondisi ekonomi pas-pasan yang bertugas di sebuah SMA biasa-biasa saja di Tasik - Jawa Barat, baru saja menyelesaikan proses serah terima raport semester ganjil.
Sosok bapak guru yang bersahaja, demikian yang telrihat dari raut mukanya, cukup senang menerima sebuah amplop bonus dari Kepala Sekolah. Meski isinya tidak seberapa, setidaknya uang itu dapat membantunya untuk menepati janji sebagai seorang bapak untuk memberi hadiah sepasang sepatu baru bagi putri keduanya yang kini duduk di bangku SMP kelas sembilan dan sebentar lagi berulang tahun kelima belas.
Tahun depan Elijah, putri keduanya itu akan masuk SMA. Sang guru ekonomi tidak ingin memasukkan Elijah ke tempat dia mengajar sekarang. SMA ini terlalu biasa-biasa saja, kurang berpotensi untuk mendongkrak prestasi Elijah. Apalagi kakak Elijah berhasil lulus dari universitas bagus di Bandung Fakultas Ilmu Sosial Politik. Kini anak pertamanya itu bekerja di bidang kehumasan salah satu perusahaan minyak Amerika yang beroperasi di kota Kilamara.
Dengan penuh rasa hati-hati dimasukkannya amplop coklat yang tidak terlalu tebal itu ke dalam tas koper yang sudah mulai lusuh. Danu Koswara SPd. begitulah nama sosok guru ekonomi yang memiliki kehidupan sangat ekonomis. Dia melaju ke luar tempat parkir SMA tempatnya mengajar dengan sepeda tua yang digunakannya sejak masih kuliah di Bandung.
Prottt, seorang murid laki-laki yang hendak pergi jalan-jalan dengan motor sport-nya setelah terima raport memberi cipratan air kubangan selepas hujan bulan Desember pada tubuh sang guru ekonomi dan sepedanya. Jaman digital sudah membuat para remaja ini miskin moral dan nurani, atas kejadian tidak sopan itupun, bukannya meminta maaf, si murid bengal justru menyoraki sang guru dengan perkataan, “makanya jadi guru ekonomi kudu punya ekonomi mapan dong, naik mobil lah pak!”
Dada Danu Koswara menangis yang tak sebabkan air matanya keluar, dia terpaku tanpa berkedip. Apakah dia membenci kejadian ini? Tentu! Tapi dia lebih membenci keadaan yang dimilikinya saat ini. Sebab nalarnya tetap menyetujui sorak suara si murid bengal bermotor sport bahwa sebagai guru ekonomi, Danu Koswara tidak konsekuen, lantaran kehidupan yang dia miliki ternyata masih tidak mampu memberi gambaran tentang bagaimana keadaaan ekonomi mapan dan ideal sesuai dengan pelajaran yang diampunya di sekolah.
Mulai saat itu Danu Koswara memendam obsesi untuk meraih ekonomi termapan di antara semua guru yang menjadi rekan kerjanya. Apalagi dia juga membenci keadaan pas-pasan ini yang membuat istrinya pergi meninggalkannya bahkan juga mencampakkan dua putri cantik mereka. Jiwa Danu masih memanas saat memarkir sepedanya di halaman rumah, meski sesampainya di depan pintu, Danu merasa sejuk dengan perhatian anak terakhirnya yang masih tinggal bersama di rumahnya melalui pemberian sambutan untuk kedatangannya dengan mencium tangannya.