Nama Malika Pramesty, dua puluh tahun lalu menjadi sosok yang selalu dikenang sebagai remaja berprestasi dan aktivis organisasi di SMA-nya yang berada di kota minyak Kilamara. Kota yang sama yang kini menjadi tempat bernaung Anita, putri sulung Danu Koswara yang sedang bekerja sebagai Public Relations di Brettwell Industries, perusahaan minyak milik Amerika.
Saat membaca ide pengembangan bisnis melalui email yang dikirim oleh pak Danu Koswara, Malika menjadi ingat akan kota kelahirannya. Setelah sang Ayah pensiun dari Patra Manunggal, sebagian unit bisnis non tambang dari perusahaan ini agak kurang diperhatikan dan cenderung diabaikan. Malika teringat dengan koperasi Mitra Usaha Patra yang dari hasil pantauannya, tempat itu masih berwujud toko kelontong yang tidak terlalu besar. Melihat ide dari guru ekonomi di Tasik ini membuat Malika menjadi ada gambaran untuk mengembangkan toko kelontong milik koperasi Mitra Usaha Patra menjadi sebuah toko yang lebih besar. Apalagi sangat dimungkinkan untuk merubahnya menjadi konsep department store.
Hal yang sama juga berkecamuk dalam benak pak Danu. Guru ekonomi dengan kehidupan ekonomis ini begitu tidak sabar menunggu Senin, dia memiliki keyakinan kalau memberikan ide sebuah konsep usaha ekonomi kerakyatan pada bu Malika, akan membuat hidupnya berubah. Namun dia masih belum tahu bagaimana nanti ke depannya hingga akhirnya Senin siang itu, bu Malika tiba di SMA Persada, tempat pak Danu mengajar.
Malika Pramesty mendatangi sebuah SMA yang biasa-biasa untuk bertemu salah satu guru di sana dengan tampilan dan gaya yang bersahaja. Meski menjadi pejabat di Lembaga Investasi Negara dan memiliki suami seorang anggota dewan, Malika menyambangi sekolah itu dengan pembawaan citra rendah hati. Cara Malika membawa diri dengan demikian ramah dan anggun senantiasa menambah wibawa dan kepercayaan publik akan perannya bersama sang suami sebagai sosok pejabat.
Tanpa didampingi berbagai protokoler, bu Malika masuk ke ruang guru SMA Persada – Tasik. Kali ini, sebagai sosok perempuan inspiratif, bu Malika mengenakan busana lebih santai namun tetap membawa kesan resmi. Rona wajah bu Malika terlihat segar dengan busana blus warna peach dengan celana panjang katun warna broken white. Tak lupa dipadukan sepatu dan tas kulit produksi lokal warna senada menambah kesan “merakyat” pada dirinya.
Atas kedatangan bu Malika, tentu saja pak Danu merasa begitu bangga dirinya mampu disambangi oleh pejabat. Sosok pak Danu, guru ekonomi dengan kehidupan yang sangat ekonomis mendadak naik level percaya dirinya saat ini. Pak Danu mengajak bu Malika untuk berbincang di dalam ruang kelas yang kosong karena para murid sedang libur dan baru akan masuk sekolah minggu depan.