THE PAGEANT: Brain, Beauty, Bitchaviour

Ardhi Widjaya
Chapter #5

Menyapa Kilamara

“Hei Elijah, kamu sudah jauh dari tanah Pasundan kelahiranmu,” isi kepala Elijah berkecamuk saat pertama kali menghirup udara Kilamara, kota minyak yang gersang meski katanya kaya. Tidak jauh berbeda dengan Tasik kota kelahirannya dulu, sama kecilnya. Perbedaan mencolok yang dirasakan Elijah adalah suhu udara yang lebih panas di Kilamara. Bahkan saat tadi di dalam mobil, jarak sekitar tiga puluh meter ke depan, Elijah dapat melihat fatamorgana di jalanan walapuan waktu masihs ekitar jam tujuh pagi. Namun saat masih berada di dalam mobil dengan penyejuk udara, dia tentu belum terbayang bagaimana panasnya kota ini. Ayahnya datang ke kota ini sudah dalam kondisi ekonomi yang berbeda, tak disangka, enam bulan sebelumnya Elijah hanya berpikir akan masuk ke SMA tempat ayahnya mengajar di Tasik, SMA yang dikenal banyak memiliki murid bandel.

Tapi sekarang, dia berada di kota ini. Tasik panas, namun Kilamara lebih panas, tak mengapa rumahnya kini sejuk dengan pengatur suhu udara otomatis yang canggih. Beginilah, fasilitas rumah dinas milik karyawan Patra Manunggal, perusahaan minyak yang memiliki yayasan untuk mengelola SMA favorit seperti Kilamara Patra tempat Elijah akan bersekolah bulan depan, termasuk tempat ayahnya akan mengajar ekonomi.

Dari Tasik, Pak Danu dan Elijah pindahan tidak membawa banyak barang, lagi pula fasilitas di perumahan milik warga Patra Manunggal ini sudah cukup lengkap isinya. Beruntung sekali proses pindahan dibantu oleh kantor, Pak Danu dan Elijah dapat terlelap selama perjalanan mobil dari Tasik ke Kilamara.

Ini adalah Senin pagi jam tujuh lebih tiga puluh menit, seminggu sebelum tahun ajaran baru dimulai. Mobil pindahan Elijah dan ayahnya berhenti di depan sebuah rumah arsitektur lawas yang berbentuk panggung berfondasi baja tebal dengan dinding bagian bawah yang mengekspos batu sabak berwarna kelabu. Pagarnya terbuat dari papan kayu jati setinggi satu meter. Sepintas rumah ini tampak kokoh sekaligus nyaman. Meski saat melihat kolong di bawah rumah panggung kokoh itu, Elijah membayangkan adanya mayat korban pembunuhan yang tersembunyi di sana.

Bagi pak Danu Koswara sebagai ayah Elijah, mungkin ini saat yang tepat untuk menunjukkan ekonomi yang mapan ala seorang guru ekonomi. Keadaan yang diidamkannya sejak masih mengajar sebagai guru ekonomi dengan keadaan super ekonomis di sebuah SMA biasa-biasa saja. Namun bagi Elijah, ini jauh dari sebuah “rumah” baginya. Meski sebentar lagi kakak perempuannya juga akan tinggal di sini, hanya saja agak kurang meyakinkan residen ini disebut sebagai sebuah hunian keluarga, terlihat kokoh namun terasa rapuh. Entahlah, apakah ini hanya perasaan Elijah saja?

Saat turun dari mobil, di seberang jalan terlihat seorang pria yang menenteng jubah putih seperti jubah dokter menuju ke mobilnya yang disusul seorang anak perempuan dengan kaus biru muda, celana pendek yang mengekspos kaki jenjangnya serta rambut panjang yang membawakan tas kerja pria itu. Sepertinya gadis remaja itu belum mandi, tapi siapa juga yang rajin mandi di hari libur sekolah seperti ini. Elijah memantau sejenak dari kejauhan, tampaknya gadis itu seumuran dengannya. Mungkin dia anak perempuan seorang dokter, jadi apakah beliau adalah dokter dari Rumah Sakit milik Patra Manunggal juga? Elijah berkata dalam pikirannya sendiri sekaligus takjub dengan ruang lingkup usaha yang dimiliki perusahaan tambang minyak di kota sekecil ini.

Saat Elijah berpaling masuk ke pagar rumah barunya, sosok gadis di seberang sana berganti memperhatikannya setelah ayahnya, sang pak dokter melaju dengan sedan hitamnya. Gadis yang sebentar lagi akan mengenakan seragam putih abu-abu inilah Renata Jatikusumo. Aura cantik dan cerdasnya memang telah terpancar sejak usia belia.

Lihat selengkapnya