The Pain of Yesterday

Lina A. Karolin
Chapter #17

Bab 17

"Jawab aku pelacur!"

Mack mendengar ayahnya berteriak pada ibunya yang menangis sambil meringkuk di atas sofa usang yang telah berlubang.

"Jawab Diana! Apa yang kau lakukan dengan pria itu malam ini?"

Mack meringkuk di dalam lemari, ketakutan setengah mati. Saat ayahnya pulang ibunya memintanya bersembunyi di sana, karena pria itu dalam keadaan mabuk dan pasti akan melakukan perbuatan jahatnya lagi, memukul ibunya.

"Aku tidak melakukan apa-apa," isak ibunya.

"Bohong! Aku tahu kau berselingkuh di belakangku Diana. Kau memberikan padanya apa yang selama ini tidak ingin kau berikan padaku." Mack mendengar ibunya menjerit, meminta ayahnya melepaskannya.

Mack menutup telinga dan tidak ingin mendengarkan apapun yang sedang terjadi di ruang tamu mereka saat suara pukulan dan teriakan makin keras dan sering. Ia seharusnya keluar dari sana dan menyelamatkan ibunya, tapi Mack terlalu takut untuk menghadapi ayahnya atau melindungi ibunya.

Kini Mack membuka mata, masih dalam posisi meringkuk sambil memegang kepalanya yang berdenyut menyakitkan. Ia tidak tahu apakah saat ini ia berada di dalam lemari sempit itu atau justru di ruang kerjanya. "Vodka," bisiknya. Ia berusaha bangkit dan membuka laci meja kerjanya dan menemukan botol itu setengah kosong. Mack meraihnya dengan tangan gemetar. Ia harus menghentikan rasa sakit itu, ia harus menghilangkan bayangan-bayangan itu dan menghentikan suara-suara yang bersahut-sahutan di kepalanya.

Mack menumpahkan sebagian besar cairan itu dalam upayanya untuk membawa botol itu ke mulutnya. Tangannya berhenti seketika saat wajah Stella memenuhi penglihatannya. Apa yang sedang ia lakukan, malam ini ia mengulang kejadian bertahun-tahun yang lalu di ruang tamu mereka. Sama seperti ayahnya telah menuduh ibunya selingkuh, kali ini ia juga menuduh Stella melakukan hal yang sama. Mack tahu bahwa ibunya adalah istri yang setia, begitu juga dengan istrinya. Apakah ia telah menghina istrinya sendiri. Menuduh bayinya sendiri sebagai bayi orang lain. Apa yang telah Mack pikirkan. Mengapa ia selalu berakhir melakukan hal yang sama seperti yang ayahnya lakukan.

Ia melemparkan botol itu ke seberang ruangan yang langsung pecah berkeping-keping saat menghantam tembok. Mack berteriak marah, marah pada diri sendiri dan pada apa yang baru saja ia lakukan pada Stella. Air mata mengalir di wajahnya dan meraung putus asa. Apa yang harus ia lakukan sekarang, mengapa begitu sulit untuk lepas dari masa lalunya, dari bayangan ayahnya dan kecanduan yang selama ini mengikatnya.

Mack jatuh ke lantai dan menangis seperti bayi. Ia adalah seorang pria dewasa, ia tidak seharusnya seperti bocah berusia tujuh tahun lagi yang selalu ketakutan dan bersembunyi ketika ayahnya menghajar ibunya. Sekarang Mack adalah seorang suami, sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah. Tapi ia tidak bisa mengendalikan gelombang emosi dan perasan putus asa yang kini menyelimutinya. Mack meringkuk di lantai, merasa gagal dan tidak berguna.

Selama bertahun-tahun ia dicengkram masa lalu yang memberinya mimpi buruk. Mack pikir penderitaannya akan berakhir ketika ia bertemu Stella, perempuan tercantik yang pernah ia lihat, seseorang yang memberinya alasan untuk berubah. Ia mengira dengan menikahi perempuan itu ia akan mengakhiri ketakutan terbesarnya, berakhir seperti ayahnya. Namun apa yang telah ia lakukan, ia kembali ke lingkaran yang sama dan mengulangi perbuatan ayahnya yang ia benci.

Mack kembali menangis dan mencengkram kepalanya yang serasa nyaris pecah, apapun yang ia lakukan untuk menjadi manusia yang baik dan berhasil nampaknya sia-sia. Ia selalu berakhir sebagai pecundang.

"Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini denganmu." Percakapan itu seolah berasal dari tempat yang sangat jauh dan terdengar samar. Mack tidak yakin apakah ia masih berada di ruang kerjanya atau berada di tempat lain. Cahaya matahari menyilaukannya dan ia melihat dirinya berdiri di hadapan seorang gadis berseragam SMA.

"Kenapa?" Mack melihat dirinya bertanya pada gadis itu.

"Aku tidak bahagia bersamamu."

Mack menatap kekasih SMAnya, wajahnya sangat polos dan lembut. Mata sayunya menatap Mack dengan sedih.

"Aku akan berubah," kata Mack lirih.

Rika tersenyum sedih. "Maafkan aku Mack. Kita tidak baik untuk satu sama lain." Ia meninggalkan Mack yang berdiri mematung.

Seolah tersadar dari mimpi, Mack membuka mata dan melihat langit-langit di ruang kerjanya dan bertanya-tanya mengapa kejadian itu muncul kembali. Ia telah lama melupakan gadis itu. Apakah kau akan membiarkan Stella pergi juga, sama seperti kau membiarkan Rika? Mack mengerjapkan mata, merasa kehilangan arah, ia tidak tahu apakah saat ini ia sedang bermimpi atau terbangun.

Rasa nyeri dan kaku di tubuhnya membuat Mack tersadar bahwa saat ini ia tidak sedang bermimpi. Stella. Nama istrinya seperti alarm yang menyadarkannya. Ia harus meminta maaf pada Stella. Ia tidak seharusnya mengatakan hal-hal buruk padanya apalagi menuduhnya berselingkuh dengan Bobby. Ia tidak boleh kehilangan istrinya. Ia harus meyakinkan Stella untuk memaafkannya. Mack bangkit dari lantai dengan segenap tenaga yang tersisa dan berjalan menuju pintu.

"Stella," Mack berjalan seperti orang gila ke ruang duduk dimana ia meninggalkan istrinya itu. "Stella!" Mack berlutut di samping sofa dimana ia menemukan Stella duduk mematung dan menatap Mack dengan wajah ketakutan.

"Stella, kumohon maafkan aku." Mack meraih Stella ke dalam pelukannya dan merasakan tubuh istrinya itu menegang. Mack membenamkan wajahnya di leher dan rambutnya, memeluknya dengan sangat erat, takut kalau-kalau Stella akan menghilang dari hadapannya. "Maafkan aku," katanya terus menerus. Sepanjang malam itu Mack menangis dalam pelukan istrinya, seolah nyawanya bergantung pada pertukaran fisik itu.

***

Keesokan paginya Mack mendapati dirinya berbaring di sofa dan ia tidak menemukan Stella di sampingnya. Kepalanya berdenyut menyakitkan dan matanya terasa bengkak dan nyaris tidak dapat dibuka. Mack tidak ingat apa yang terjadi setelah ia menghampiri Stella di sofa ini. Apakah ia memaafkannya atau justru meninggalkannya. Mack langsung terduduk dan hendak mencari istrinya itu. Ia harus meyakinkannya bahwa ia menyesal dan tidak akan mengulangi perbuatannya.

Ia mendengar langkah kaki menuruni tangga dan melihat Stella berjalan ke arahnya dengan membawa sebuah tas pakaian.

"Kau mau ke mana?" tanyanya, rasa panik menjalar di sekujur tubuhnya. Mack mendapati diri meneguk liur dengan susah payah.

"Aku akan tinggal di rumah orang tuaku."

"Apa?"

Stella menatapnya tajam. "Aku tidak bisa tinggal di rumah ini dan membiarkanmu melampiaskan semua kemarahanmu padaku Mack. Aku tidak bisa menempatkan diriku dan bayiku dalam bahaya."

Mack bangkit dari sofa dan berjalan ke arahnya. "Kau tidak bisa meninggalkan rumah ini." Mack menatap wajah istrinya, berharap ia akan berubah pikiran.

"Aku tidak menemukan alasan untuk tinggal. Kau tidak mempercayaiku."

Mack berjalan ke arahnya namun Stella menghindar. "Stella, aku minta maaf."

Istrinya tidak bergeming. Wajahnya penuh kemarahan dan tampaknya tidak akan mengubah keputusannya.

Lihat selengkapnya