Stella mencengkram punggung sofa di ruang duduk dan merasa seolah ia baru saja mendapatkan serangan jantung. Ia jatuh terkulai ke tempat duduk itu dan memejamkan mata. Setelah napasnya kembali tenang, ia membuka mata dan melihat foto hasil USG dari Gemma yang masih tergeletak di atas meja. Foto hitam putih itu seolah mengejeknya dan membuat darahnya kembali mendidih. Stella menyesal bahwa ia tidak menghajar perempuan itu saat ada kesempatan.
Ia kehilangan bayinya beberapa minggu yang lalu, dan sekretaris suaminya muncul di depan wajahnya dan dengan berani mengatakan bahwa ia mengandung bayi dari suaminya itu. Terkadang keadilan tidak pernah berpihak bahkan pada mereka yang berhak untuk mendapatkannya sekalipun.
Kemarahan Stella semakin menjadi-jadi, selama lima minggu terakhir ini ia berpikir bahwa akhirnya pernikahannya dan Mack akan membaik, terutama setelah Mack memutuskan untuk pergi ke pusat rehabilitasi. Kini kecanduan Mack pada minuman keras terlihat tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang baru ia dengar dari perempuan itu. Kecanduan Mack masih dapat diterimanya, tapi kenyataan bahwa ia telah meniduri sekretarisnya sendiri, bahkan sampai menghamilinya membuat Stella merasa jijik. Ia tidak akan sanggup berdiri di hadapan pria itu tanpa niat untuk membalasnya dan menyakitinya lebih dalam. Ia tidak akan menerima pengkhinatan Mack dan Gemma atau memafkan keduanya.
***
Tangan Mack bergetar dan darahnya berdesir seperti saat ia menerima kabar kematian ayahnya. Surat dari pengadilan tergeletak di atas meja, menyatakan bahwa ia telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus gedung BMKG.
Mack berpikir bahwa lima minggu terakhir kebahagiaan akhirnya berpihak padanya, pekerjaannya tidak pernah sebaik ini kecuali ketidakhadiran Gemma yang membuat pekerjaannya menjadi lebih lambat dan itu bukan masalah yang besar. Ia memulai semuanya dari awal lagi berasama Stella, bahkan istrinya itu telah memutuskan untuk tidur di kamar yang sama dengannya lagi, sepertinya masa-masa bukan madu mereka kini telah kembali.
Setelah hari-hari yang gelap dan suram Mack akhirnya menemukan kehidupannya kembali. Setelah beberapa kali menghadiri sesi di pusat rehabilitasi, mimpi buruknya mulai berkurang dan ia bahkan tidak menyentuh alkohol sama sekali. Tidak ada yang lebih baik dari semua ini. Namun surat itu menyebabkan rasa pahit di mulutnya. Apakah kali ini ia akan benar-benar masuk penjara.
Terdengar ketukan di pintu, membuat Mack mengangkat wajah dan melihat Dean memasuki ruangan. Ia menatap Mack dengan ekspresi suram yang jarang ditujukan sahabatnya itu. Seperti biasa, Dean duduk di sofa di seberang ruangan, tanpa mengatakan apapun untuk beberapa waktu.
Satu-satunya hal baik dari semua ini adalah kenyataan bahwa pihak berwajib tidak menahannya dalam penjara. Memikirkan penjara membuat hati Mack mencelos. Sekuat apapun ia berusaha untuk tidak menjadi sama seperti ayahnya, keadaan seolah selalu menuntunnya ke sana. Seolah tidak cukup semua yang ia lalui selama ini, masa lalu selalu mengejar dan menemukannya.
"Ayahku mengenal seorang pengacara," kata Dean akhirnya. "Ia selalu berhasil membantunya dalam menghadapi kasus-kasus seperti ini."
Mack mengangkat wajah. "Terima kasih," gumamnya.
"Kau tidak bersalah Mack, sama seperti perusahaan ini, kita tidak melakukan apapun yang membuatmu layak dijadikan sebagai tersangka."
Mata Mack beralih ke jendela. Sama seperti keyakinan Dean, ia dan perusahaan ini tidak melakukan kesalahan apapun. Tapi pada akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka, yang membuktikan bahwa ia dan perusahaannya telah melakukan kesalahan, apapun itu. Biar bagaimanapun, ini adalah pertarungannya dan Mack harus menghadapinya, menang atau kalah.
Ia menatap surat itu kembali, entah bagaimana kali ini surat semacam itu tidak membuatnya ingin manghabiskan malam dengan menenggak minuman keras atau pergi ke club malam untuk menenangkan jiwanya. Kepalanya masih dapat tetap tegak karena ia tahu bahwa masih ada Stella, masih ada pernikahannya, tidak ada yang lebih penting dari semua itu. Stella adalah hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya dan Mack tidak akan menukarkannya dengan apapun.
"Aku akan pulang," kata Mack. "Dan memikirkan semua ini hingga ada jawaban yang pasti atas kasus itu."
Wajah Dean terlihat khawatir, ia membuka dan menutup mulutnya, namun akhirnya tetap diam.
Mack benci mengakui bahwa ia merasa takut dan kehilangan kendali. Salah satu hal yang sulit untuk dilakukan adalah memberitahu Stella tentang kasusnya, namun beberapa waktu ini ia belajar bahwa hal terbaik yang harus ia lakukan adalah memberi istrinya kesempatan untuk membantunya, memahami keadaannya. Walaupun Mack masih belum dapat menceritakan semua hal yang pernah terjadi dalam hidupnya, ia ingin menjadikan Stella orang pertama yang akan menjadi tempatnya untuk berbagi, termasuk pergumulan yang saat ini sedang ia hadapi.
Mack meninggalkan kantor dan melaju menunju rumah, tempat yang mulai dirasanya sebagi tempat aman, tempat yang menawarkannya kedamaian. Ia menyadari, keberadaan Stellalah yang memberi kedamaian itu, dan Mack adalah seorang pecundang karena terlambat menyadarinya.
Ia memarkir mobil barunya di garasi. Walaupun truck lamanya adalah kesayangannya, mobil pertama yang ia beli setelah berhasil mendirikan P&K tapi ia tidak berniat untuk memperbaiki ataupun mengendarai mobil itu lagi. Ford Ranger itu mengingatkannya pada kematian bayi mereka.