Anya berjalan ke pinggir lapangan, tadi dia sempat memberikan arahan kepada teman organisasinya yang berada di bidang berbeda dengannya.
Terkutuklah teman seangkatannya yang berhalangan hadir. Membuatnya harus mengatur dua bidang sekaligus. Untung saja, di bidangnya sendiri, adik-adiknya tidak terlalu susah diatur.
Terkutuklah juga kepada senior-seniornya yang masih menjabat sebagai pengurus tapi malah menyerahkan semua tanggung jawab ke angkatan Anya. Dengan alasan, mengerjakan laporan pertanggungjawaban mereka.
Anya mendongak, merasakan benda dingin menyentuh pipinya, dia melihat Raka yang sesaat terkejut lalu memilih mundur menjauh darinya. Anya mendecih. "Lo mundurnya telat, kenapa nggak ngomong aja sih? Gue pasti dengar kan, lo panggil," cibir Anya. Raka memang sesekali melanggar aturan yang bahkan begitu ia tegaskan pada orang lain. Beberapa kali, Anya harus menahan diri agar tidak kelihatan sedang tersiksa dengan perilaku cowok itu.
Raka menggaruk tengkuk belakang. "Ini, gue beliin minum. Capek banget keliatan," ucapnya menyodorkan sebotol air dingin. Anya menerimanya dengan sangat cepat, lalu membuang muka.
"Makasih."
Terdiam, Anya mulai berpikir, laki-laki di sampingnya ini begitu perhatian kepada anggotanya. Mungkin, saat pemilihan ketua umum nanti, ia yang akan mendudukinya.
"Duduk sini." Anya membolakan matanya, kaget sendiri dengan ucapannya. la mendongak, menatap Raka yang juga terkejut.
"Eh? Nggak usah, Nya. Gue di sini aja, lagian gue juga harus balik latihan."
"Gue pengin ngomong. Nggak pa-pa. Gue baik-baik aja, kok." la mendesah. Sudahlah, ia terlanjur mengajak laki-laki itu duduk di sampingnya. Menekan segala ketakutannya, ia berkata lagi, 'litung-itung sebagai latihan biar nggak terlalu takut lagi." la mengendik, berusaha terlihat tenang walau seluruh tubuhnya terasa panas.
Raka terlihat begitu canggung saat memilih duduk di sisinya, ia tetap memberi jarak, agar tidak terlalu membuat Anya tertekan.
"Lo...." Anya menggantungkan perkataannya, menoleh ke arah Raka. Menurutnya, Raka cukup ganteng dibanding teman laki-laki seorganisasinya.
Raka juga menoleh, membuat mereka sesaat saling bertumbukan mata, tapi sekejap itu juga Raka membuang muka.
"Lo berambisi banget jadi ketua, ya?" la tentu sangat sadar, perlakuan baik laki-laki ini kepada teman seangkatan juga senior dan juniornya bukanlah hal yang ia lakukan secara tulus tanpa niat apapun.
Raka menyeringai, tak malu mengangguk. "Iya. Gue ngerasa senang aja Sih dianggap pemimpin," jelasnya tanpa disuruh dan tanpa beban.
Hm." Anya menyahut asal. la memandang ke arah adik-adik yang sebidang dengannya ditambah beberapa orang dari angkatannya sedang sibuk menghapal materi.
"Kalau lo kepilih, gue dapat jabatan apa?"
"Lo maunya apa?"
"Raka." Seruan itu membuat Anya mengatupkan kembali bibirnya tidak jadi merespon pertanyaan cowok itu. la menoleh ke arah suara, begitu juga dengan Raka.
Di sana ada Kak Naufal, ketua umum tahun ini. la berpikir, kenapa seniornya itu begitu santai di saat teman seangkatannya yang lain sibuk menyusun laporan pertanggungjawaban?
Anya membuka air dingin yang berada di tangannya. Meminumnya setengah dengan cepat, lalu memberikan kepada Raka sebelum laki-laki itu benar-benar melangkah menjauh darinya.
"Nih. Lo habisin aja." la tersenyum kecil, menyodorkannya tanpa berniat melakukan sentuhan fisik dengan Raka.
Raka menerima dengan gembira tentunya. Dan sisa hari ini, mereka habiskan dengan segala kesibukan latihan.
Sudah hampir dua minggu mereka melakukan latihan rutin, setiap hari. Karena, mulai dua hari ke depan, akan ada latihan bersama yang diadakan oleh sekolah lain. Tentu, mereka tidak ingin terlihat memalukan karena tidak melakukan persiapan.
Dan, hari Sabtu pagi, mereka kembali berkumpul di gerbang sekolah, berniat berangkat ke tempat latihan.