THE PAIN

St. Aisyah
Chapter #6

Lima -- Mimpi, Masa Lalu

Langkah kecil gadis itu terlihat begitu ringan. la bersenandung pelan, merasa bahagia. Rambutnya bergelombang tertiup angin. Di tangan kanannya tengah memegang selembaran uang 1.000. 

"Beli es Pino, yeay." la masih terus bersenandung dengan lugunya. 

Usianya sudah cukup mandiri untuk berjalan sendiri dengan tujuan membeli minuman dingin. Walau terbilang cukup dekat dengan rumahnya, tetap saja bagi gadis berusia sembilan tahun itu masih sangat jauh.

"Nak," panggil seseorang. Gadis itu menoleh, memandang lugu seorang kakek renta, walau terlihat masih segar bugar. 

la mendekat, bersenandung kecil tanpa mengalihkan pandangan. "lya, Om?" Lucu sekali ia memanggil kakek itu dengan sebutan Om. Tapi, ia takut jika seseorang akan tersinggung, makanya siapapun yang ia temui, akan dia panggil Om atau Tante. 

"Sini, dulu," ajaknya. Tanpa rasa curiga, gadis kecil itu masuk ke halaman rumah. Memandang dengan jarak dekat si kakek yang tengah duduk di kursi plastik. Tidak lama setelah sang kakek duduk, tangannya ditarik, sedikit dipaksa menghadap membelakangi kakek itu.

Ada apa? pikir gadis itu. 

"Om, kenapa, ya? Om mau nyuruh aku apa?" la hendak berbalik, tapi dia ditahan, kekuatan kakek itu kuat sekali. 

Si kakek tidak menjawab, tak lama, gadis kecil yang memaki baju berwarna pink itu merasakan guncangan pada tubuhnya, ia tertarik maju mundur. 

Panik, Gadis itu berteriak lebih kencang, "Om, aku mau pulang, mama nyuruh beli sesuatu, Om. Harus cepat katanya." 

Diabaikan, dirinya sekarang justru mendegar suara-suara aneh dari kakek tua itu. Gadis itu semakin panik, ia berusaha sekuat tenaga melepaskan diri dari sana. 

Berhasil, ia segera berlari menjauh dari rumah itu. Napasnya tersengal, jantungnya berdebar dengan kencang. 

Apa itu tadi? 

Napasnya hampir habis saat ia sampai di pelataran toko. la berusaha menenangkan diri dan mulai berbelanja. 

la berjalan kembali menuju rumah. Tidak seceria tadi, ia terus menunduk. Pikiran gadis kecil itu sedang kalut sekarang. 

Saat ia melewati rumah itu, ia berlari kencang, tidak memperdulikan apapun di sekitarnya. la menoleh, memandang kakek tua itu yang tersenyum dengan pandangan aneh. 

Gadis itu tidak mengerti, ia membuang muka dan segera berlari menjauh. 

"Tadi om itu ngapain, ya?" tanyanya bingung. 

Sesaat, ia kembali mendengar suaranya sendiri di otaknya. 

"Om, aku mau pulang." 

***

"Om, aku mau pulang." 

Raka terkejut, memandang Anya yang sedari tadi terus menggumamkan sesuatu. Keringat dingin mengalir deras dari pelipisnya. 

Raka bingung, haruskah ia membangunkan gadis di hadapannya ini? 

"Anya." Akhirnya, Raka memanggil pelan.

"Om!" Suara Anya semakin lama semakin keras, walau terdengar begitu rintih. 

Panik, Raka tidak berpikir dua kali untuk mengguncang tubuh Anya. 

Anya tersentak, membuka lebar matanya danterkejut saat mendapati Raka begitu dekat dengan dirinya, kedua tangan cowok itu bertengger panik di bahunya. 

"Argh! Lo mau ngapain gue?! Ampun!" Anya beringsut mundur, hingga ia terjatuh dari ranjangnya. Suara debaman keras membuat beberapa orang masuk, walau hanya di depan pintu. 

Lihat selengkapnya