THE PAIN

St. Aisyah
Chapter #12

Sebelas -- Pelantikan

Mengakhiri hari menjadi hal yang cukup berat bagi Anya. Sudah dua malam ini, ia harus berusaha keras untuk menjemput alam mimpinya. 

Setelah hari itu, ia tidak lagi melihat sosok Raina. Kata teman sekelasnya, Raina pergi tanpa berkata apa-apa. 

Saat itu Anya hanya terdiam. Mengangguk dan mengabaikan teman sekelas hingga jam sekolah berakhir. 

Sepulang ke rumah, sangat memungkinkan ia menelepon Raina, sayangnya ia tidak melakukan hal itu karena ia yakin, Raina butuh waktu sendiri di saat-saat seperti ini.

Dan seperti hari sebelumnya, pagi ini matanya memiliki tamu tak tetap di sana. Pola hitam yang begitu menyebalkan. Di saat seperti ini, Anya begitu menyesal tidak mengetahui hal-hal mengenai make up. 

"Nya, udah siap belum? Katanya hari ini mau pelantikan?" Suara mama mengalihkan pandangan Anya dari warna hitam di bawah matanya. la menggeleng berusaha tidak peduli, mungkin di sekolah ia akan meminta bantuan ke teman seorganisasinya. 

Anya memakai slayer miliknya di belakang leher. Tersenyum lebar dengan ingatan terus melayang ke masa-masa di mana ia berjuang begitu mati-matian demi mendapatkan secarik kain dan baju merah yang melekat di tubuhnya. 

"Oke, Ma. Anya siap." Anya menyambar ponsel pintar miliknya, berjalan keluar kamar menuju meja makan. Memakan sarapan dengan tenang bersama mama dan adiknya. 

Selepas sarapan, Anya tersenyum lega karena salah satu teman yang juga mendapat jabatan penting dari PMR sebagai bendahara datang tepat waktu menjemputnya. 

"Dhey!" Anya memeluk perempuan yang ia panggil Dhey itu. Dhey tertawa, mengajak Anya untuk segera berangkat. Anya menurut, setelah pamit ke mama, ia naik ke motor Dhey. 

Mereka telah mengadakan gladi di hari Minggu kemarin, sudah jelas saat ini keadaan masih sangat kondusif, walau yang hanya perlu dirapikan adalah adik-adik kelas yang justru begitu heboh menunggu hal ini. 

Anya berbaris di barisan paling depan, berdampingan dengan sang ketua, Raka. Terlihat jelas Raka berusaha memanianqkan tangannya saat lencang kanan, agar tetap berjarak dari Anya. 

Setelah semua persiapan selesai, Anya hanya mengikuti seluruh rangkaian acara upacara dengan tatapan kosong. 

la merindukan Raina. 

Jika saja saat itu ia berhasil menyakinkan kepala sekolah, ia akan melihat Raina saat ini, berada di barisan bersama dirinya serta pengurus pengurus yang lain. 

Suara serentak dari seluruh barisan peserta yang akan dilantik, membuat Anya tersentak kaget. la secara refleks mengikuti seruan dari para peserta yang saat ini tengah membacakan sumpah jabatan. 

Momentum yang paling Anya tunggu-tunggu nyatanya tetap tak memberikan senyuman lebar di wajah Anya, momen di mana ia menerima sekumpulan arsip secara simbolis dari sekertaris umum tahun lalu. 

Setelah semua rangkain acara selesai, Anya berkumpul ke teman-teman seorganisasinya, mengabaikan beberapa panggilan teman sekelas yang tidak berorganisasi ataupun adik kelas.

"Cie, sekum. Sesuai impian, nih." Celetukan itu membuat Anya menoleh ke samping, di sana Kak Rasyi dengan tampang tomboinya seperti biasa membuat Anya tersenyum lebar.

"Kak Rasyiii," serunya heboh dan langsung menghambur ke pelukan salah satu alumni kesayangannya itu. 

Rasyi tertawa lebar. Terus mengucapkan selamat atas jabatan yang ia terima. 

"Kangen banget, Kak. Kakak kok nggak ikut mubes kemarin, sih?" omelnya manja. Anya tidak ada malu menggelayutkan lengannya ke lengan sang senior. 

Yang dijadikan objek manja itu hanya tersenyum geli, mengusap puncak kepala adik kesayangan yang sudah dia anggap adik sendiri. 

"Sibuk, Dek. Maklum, kejar wisuda." Tawa itu sampai membuat mata Rasyi menyipit, yang juga membuat Anya tertawa begitu lepas. 

Melupakan sesaat hal yang sedari pagi ia pikirkan. 

Dan, kembali mengingat saat ia harus sendirian di dalam kelas. Terlalu malas hanya untuk sekadar mengambil beberapa foto dengan baju khas organisasi dirinya. 

Lihat selengkapnya