The Painting On The Wall

Ma'arif
Chapter #4

Wanita Berpakaian Merah Maroon

The Painting On The Wall

Bab 4

Ku putarkan kepalaku ke arah belakang setelah keluar dari jendela mobil.

Samar terlihat sosok berkostum long dress merah maroon tersebut berdiri menatapku sambil melambaikan tangan. 

Pakaiannya bergelombang tertiup angin sandaikala. Rambut panjangnya menutupi sebagian wajahnya. Sorot matanya berkilau putih kekuningan diantara remang pekatnya suasana sandaikala menjelang malam.

Lantas aku bergegas membuka pintu mobil. Lalu turun hendak menghampirinya. 

Namun, setelah turun aku hanya mendapati gulitanya sandaikala yang makin pekat diterkam malam.

Perlahan langkahku mengayun menuju tempat sosok berpakaian merah maroon itu terlihat berdiri sambil melambaikan tangan. 

Sedangkan netraku memindai sekeliling tempat tersebut. 

Nihil! Tak mendapati apapun kecuali pepohonan yang bergoyang-goyang dedaunannya karena tertiup angin.

Entah kenapa, aku tak merasa takut sedikitpun melihat sosok tersebut. Justru aku merasa disusupi keberanian agar aku menemuinya. 

Perasaanku mengatakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan kepadaku. mungkin bukan saat sekarang ia benar-benar ingin menemuiku. Mungkin esok atau lusa, dia pasti akan menemuku. 

Perasaanku berbisik lirih jika ia butuh bantuan atau entah menginginkan agar aku melakukan sesuatu untuknya atau untuk orang lain.

Aku pun kembali ke mobil untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju rumah om Badrun yang sudah di beri petunjuk arah oleh pak Suwito sore tadi.

Sekitar lima menit kemudian, sampailah aku mendapati rumah dengan ciri-ciri yang sudah dijelaskan mamaku di hari sebelum berangkat ke Lampung.

Langsung saja aku mengarahkan mobil katanaku masuk ke halaman rumah tersebut. Rumah dengan gaya modern. Kelihatan yang punya rumah adalah orang berada.

Setelah turun dari mobil katana off roadku. Tampak seorang pria bertubuh tambun sudah berdiri menyambut di teras rumahnya. Ditemani seorang wanita dewasa berdiri disampingnya.

Sambil menenteng buah tangan. Aku langsung memasuki teras rumah mereka.

"Armando 'kah?" ucap pria tambun tersebut sambil tersenyum merekah begitupun wanita disampingnya ikut tersenyum 

"Assalamu'alaikum, om Badrun, Tante Vina," ucapku tanpa ragu menyebut nama karena aku sudah yakin pria tersebut adalah om Badrun bersama Tante Vina istrinya, karena sesuai dengan ciri-ciri yang telah diceritakan mama tempo hari.

Aku menjabat tangan pria tersebut lalu mencium punggung telapak tangannya disusul kemudian kepada wanita di sampingnya yang aku yakin adalah istrinya.

"Wa'alaikumussalam, apa kabar Armando? Sudah berpuluh tahun om tidak bertemu denganmu. Dulu terakhir om melihatmu masih anak kecil dengan penampilan lusuh karena suka main di sawah dan ke danau bersama gadis kecilmu itu. Sekarang lihatlah? Sudah berubah menjadi pemuda tampan rupawan. Ayo, masuk Armando. Jangan sungkan, anggap saja rumah sendiri. Karena ini rumah om. Jadi rumah kamu juga," jelas om Badrun panjang lebar sebelum mempersilahkanku masuk sambil merangkul bahuku dengan akrabnya lalu mengajak masuk.

Lihat selengkapnya