Diora memoles lipstick di bibirnya sebelum beranjak turun. Dua menit sebelumnya Mama sudah memanggil namanya berulang kali. Lalu Diora beranjak keluar dari kamar dan setengah berlari menuruni tangga, untung saja dia sudah mahir kalau tidak alamat kaki keseleo deh.
“Ma, aku pergi dulu. Assalamualaikum.” Diora berpamitan dan segera mencium punggung tangan Mama.
“Waalaikumsalam. Hati-hati bilang sama Diego!” sahut Mama ketika melihat anaknya sudah beranjak keluar.
“Waaah look, who wears the same color here?” Diora terperanjat mendatangi Diego, pasalnya cowok itu mengenakan setelan yang hampir sama. Kaus polos hitam ditutup dengan jaket denim berwarna biru pudar lalu celana jins hitam. Bedanya Diora mengenakan ripped jins. “Gila, kok kita bisa kompak gini?”
“Udah sehati kali,” jawab Diego asal sembari menyerahkan helm.
“Kalo sehati mah kembar siam namanya. Ini kali ya yang dinamakan pertetanggaan yang baik.”
“Udah deh, gak usah banyak bacot. Ayo naek. Panas nih!”
“Eh iya, ntar mampir beli bunga dulu ya,” kata Diora begitu naik di boncengan. Di depannya Diego mengangguk lalu menjalankan motor.
Suasana Gedung Serba Guna saat itu sudah ramai sesak dengan orang-orang yang menanti para wisudawan yang keluar dari dalam gedung. Diego sengaja memarkirkan motornya di area Fakultas Teknik alih-alih perpustakaan yang jaraknya lebih dekat. Setelah itu, Diego mengajak Diora ke salah satu gedung di mana sudah ada dua orang wisudawan yang sedang mengambil gambar dengan beberapa orang.
Diora melihat Diego menyalami orang-orang yang ada di sana, juga dengan dua wisudawan. Setelah berbincang sejenak, cowok itu menyuruh Diora untuk mendekat agar berkenalan. Diora menyalami mereka dengan senyum yang terukir. Lalu dia diajak berfoto bersama. Diego berdiri di sebelahnya, sangat rapat dengan sebelah tangan merangkul pinggangnya. Sepertinya cowok itu sudah terbiasa dengan memeluk dan merangkul.
Sekitar sepuluh menit kemudian mereka berpindah menuju GSG. Mencari-cari dua orang yang mereka tuju namun tak jua nampak. Diora melihat buket bunga di tangannya, masih segar, semoga saja tahan sampai dia menemukan sosok Bagas di tengah cuaca terik seperti sekarang ini.
Yang pertama kali menemukan sosok Bagas adalah Diego. Cowok itu yang berbalut toga tengah berbincang dengan seorang teman, ada selempang predikat pujian melintang diagonal di badan cowok itu. Tentu saja Bagas mendapatkan predikat demikian karena faktanya Bagas juga lulusan terbaik periode ini. Betapa bangganya Diora pada sosok itu.
“Hei Kak, congrats ya!” seru Diora senang di tengah hiruk pikuk keramaian. Diserahkannya buket bunga pada Bagas.
“Diora, terima kasih udah dateng,” kata Bagas ramah, senyumnya lebar seperti biasa. Namun matanya sedikit terkejut ketika melihat sosok Diego ada di sana menemani Diora. “Kamu sama dia?”
“Eh? Iya, Kak. Gue sama Diego ke sini.”
Diora tidak tau harus berkata apa, dia bangga tentu saja. Tidak usah ditanya. Tapi dia tidak tau bagaimana mengungkapkannya.
“Selamat ya lo jadi wisudawan terbaik,” ujar Diego mengulurkan tangannya memberi selamat. Bagas membalas.
Diora baru saja hendak beralih ketika dia melihat Ibu dan Bapak dan juga dua adik Bagas menghampiri. Ibu Bagas terlihat begitu senang.
“Oalah ada Diora juga. Oh iya, kamu jangan lupa dateng ke rumah ya hari ini. Acara kecil-kecilan wisuda Bagas,” jelas Ibu Bagas ramah. Tidak jauh berbeda dari Bagas sendiri. “Kamu bawa temen? Ya udah ajak sekalian ke rumah, ya.”
Bukan teman, namun Diego adalah gebetan pura-pura, tapi Diora tak sampai hati menampik ucapan Ibu Bagas. Jadi dia hanya mengangguk.
“Bu, saya ke tempat lain dulu ya. Mau liat temen juga,” Diora mempersilakan diri dari sana. Ibu Bagas mengangguk.
Sesaat, Diora menoleh ke belakang, melihat senyum bahagia Bagas tadi tergantikan dengan senyum sedih. Apa artinya itu? Apa cowok itu sedih ketika melihatnya darang bersama Diego?
Kini, tiba-tiba saja mereka sudah mendatangi sosok Sarah yang masih ramai dikerubungi orang untuk berfoto bersama. Di belakang cewek itu terdapat papan bunga besar bertuliskan nama Sarah. Ketika Diego datang, cewek-cewek—yang Diora tebak adalah teman Sarah—nampak berkasak-kusuk, apalagi Diego datang dengan dirinya.