The Partner Next Door

Tia Givanka
Chapter #31

Bagian 31

Diora melihat keramaian begitu dia dan Diego beranjak menuju bagian halaman belakang rumah Sarah yang luas. Semua wajah yang dilihatnya terasa asing. Semuanya memang asing. Hanya beberapa yang Diora kenal dan itu tidak lebih baik ketimbang bersama dengan teman sekelas yang jarang berbincang dengannya.

Semenjak turun dari motor, Diego menggenggam erat jemarinya, membawanya menyusuri rerumputan taman sampai pada bagian belakang. Jemari itu baru terlepas ketika mereka menghampiri teman-teman Diego.

Beberapa saat kemudian, Sarah datang. Cewek itu mengenakan dress selutut tanpa lengan. Wajahnya dipoles dengan make up tipis. Senyumnya merekah kala melihat Diego.

“Hei Ra, gue seneng lo dateng. Nikmatin semuanya, ya. Gak usah malu,” kata Sarah ramah. “Kalo nanti lo capek, lo bisa ke kamar gue.”

“Hehe, makasih. Tapi gue tangguh kok.”

I see. Gue ke sana dulu, ya.”

Dengan gaya anggun, Sarah berlalu.

Diora mengambil duduk di salah satu kursi bersama dengan teman-teman Diego. Kali ini semuanya membawa pasangan, kecuali Gilang. Cowok itu terlihat santai sembari menyesap minuman dari botol yang sudah bisa Diora tebak adalah minuman beralkohol. Yeah, bisa dibilang ini seperti mini party. Di panggung sebelah sana ada DJ dan peralatannya. Diora tidak bisa membayangkan jika ketiga temannya ikut kemari, pasti suasananya akan lebih seru. Dan wah lihat ada kolam renang, pasti akan tambah seru.

Jika dipikir-pikir, sejak berangkat hingga sampai di kediaman Sarah, baik Diego maupun Diora tak berbicara sama sekali. Rasa kagum Diora pada rumah Sarah saja tak dia ungkapkan dalam bentuk lisan. Diego juga tidak repot-repot bertanya apa yang membuat Diora kagum.

Suara-suara gemerisik microphone membuat Diora dan yang lainnya mengalihkan pandangan. Di panggung kini sudah berdiri dua orang MC. Dengan suara yang bersemangat agar menarik perhatian para hadirin, acara itu dibuka. Dulu, Diora sempat bermimpi menjadi seorang MC namun karena dia tidak punya kontrol diri yang bagus akhirnya mimpi itu tetaplah menjadi mimpi.

Kemudian suasana bergulir, musik mulai mengalun dengan cepat. Minuman-minuman disajikan di masing-masing meja juga dengan makanan. Diora menghembuskan napasnya, bagaimanapun menggodanya makanan di depannya itu namun Diora sama sekali tidak tertarik.

“Rame banget,” bisik Diora pada Diego ketika cowok itu tidak lagi mengobrol dengan yang lain.

“Ini sekaligus ngerayain ulang tahun Sarah,” ujar Diego. “Gue kelupaan ngasih tau lo atau lo yang lupa?”

“Gak tau. Kayaknya lo udah pernah bilang. Gue gak bawa kado emang gak apa-apa?”

“Gak masalah. Dia juga emang sengaja gak bilang.”

Diora mengangguk, lalu saat itu pula sebuah kue ulang tahun nampak didorong keluar dari rumah. Kue bertingkat dengan hiasan bunga-bunga. Lalu MC mulai memandu menyanyikan lagu ulang tahun. Para hadirin berdiri. Diego beranjak maju meninggalkan Diora.

Karena ramainya orang yang berdesakan Diora hampir saja terjatuh namun sebelah tangan Gilang membantu menahan tubuhnya. Cowok itu segera merapatkan tubuh Diora dengan tubuhnya. Tak memberi jarak walau hanya seinci. Diora melirik dan tidak melihat tatapan menggoda dari kedua mata Gilang, yang ada hanya ingin melindungi. Itu saja.

Ntah Diora harus merasa beruntung atau berterima kasih dengan adanya sosok Gilang di sini. Pasalnya semenjak Sarah memotong kue dan membagikannya ke kedua orang tua dan beberapa orang temasuk dengan Diego, cowok itu seakan menghilang. Ntah berada di bagian mana. Sejak saat itu Diora hanya bersama dengan Gilang dan beberapa teman Diego yang lainnya. Mereka kembali duduk bersama. Untung saja kali ini tidak terlalu kaku ataupun sepi karena mereka sudah mulai berbincang dan bercanda. Keadaan itu membuat Diora tidak merasa khawatir sama sekali bahkan dia sudah melupaka ke mana hilangnya sosok Diego.

“Ayo Ra, minum aja satu gelas. Setengah deh kalo gak,” paksa cowok yang bernama Mateo yang duduk di depan Diora.

Diora menggeleng keras. “Sori, gue gak minum kayak gituan. Lebih enak Chatime.”

“Coba dulu. Diora! Diora! Diora!”

Diora menggeleng, menolak dengan keras untuk tidak minum-minuman beralkohol. Mau jadi apa dia nanti ketika pulang, yang ada dia bisa diusir oleh Wildan dan juga Mama.

“Sini, gue yang ngewakilin Diora.” Gilang segera mengambil gelas dari tangan Mateo dan menenggak isinya dalam sekali tenggak. “Lo maksa Diora, gue yang bakal minum.”

“Anjing, makin jadi aja lo deketin Diora.”

Lihat selengkapnya