Diego memegang keranjang belanja dengan setengah sebal karena sudah hampir lima belas menit menunggu, Diora tak kunjung datang. Tadi cewek itu bilang ingin membeli sesuatu yang berhubungan tentang perempuan. Diego tau sesuatu yang dimaksud adalah pakaian dalam. Lagian kenapa juga Diora harus merasa malu, toh barang-barang itu sejatinya dipajang untuk dijual, kalau Diora mau beli ya tinggal beli, tidak perlu memintanya menunggu. Diego juga tidak tertarik-tertarik amat dengan hal yang seperti itu. Mungkin juga iya.
Diego menggerutu, air mukanya sudah masam, perutnya sudah bergejolak karena lapar. Dia akhirnya duduk di dekat penitipan barang. Apa kira-kira yang bisa membuat Diora segera menghampirinya, sejumlah pesan dan telpon sudah Diego layangkan, namun cewek itu tak jua membalas.
Suara-suara perempuan di balik micropohone menggema di beberapa sudut mal, memasarkan barang yang dijual ataupun sedang diskon. Menarik perhatian para pengunjung mal. Diego bisa saja segera membayar dan meninggalkan Diora tapi dia yakin Bunda pasti akan marah jika Diora mengadu. Karena sebelum berangkat tadi Diego memang menjelaskan dia akan pergi bersama Diora.
Omong-omong soal Bunda, Diego sampai heran mengapa Bundanya begitu menyukai Diora. Beberapa hari setelah pindah, Bunda nampak semangat membicarakan cewek itu, cewek aneh dan menyebalkan. Apa lagi kata yang cocok untuk menggambarkan cewek itu? Ntah. Banyak. Tapi tidak tau. Yeah, tetap saja Bunda menyukai Diora, apalagi ketika Diora berkunjung ke rumah. Oh ya, belum lagi dengan Bunda yang pernah berkata bahwa dia berharap Diora akan jadi menantunya kelak.
Sial.
Diego tau, maksudnya adalah Diora diharapkan untuk berpasangan dengannya. Cih, menjalin kerja sama seperti sekarang saja tidak membawanya pada perasaan lebih. Kesal selalu yang ada. Diego terkadang bingung menggambarkan Diora, jelas cewek itu berbanding terbalik dengan Sarah. Seratus delapan puluh derajat berbeda. Sarah selalu berpenampilan anggun, berwibawa dan dewasa. Bahkan pemikiran cewek itu juga dewasa hingga Diego bingung harus menanggapi apa. Cewek itu ambisius, ingin segera menyelesaikan skripsi dan melanjutkan jenjang S2. Dan itu sudah terkabul. Ada sesuatu yang tidak Diego suka dari Sarah adalah cewek itu menuntut. Menuntut Diego untuk segera menyelesaikan skripsi tapi tidak pernah membantu mencarikan jurnal ataupun sesuatu yang bisa dijadikan referensi.
Diego menegakkan punggungnya karena merasa lelah. Dia benar-benar jengah dan kesal. Dia harus melakukan sesuatu yang membuat Diora mendatanginya. Sesuatu yang berbeda dan mengejutkan. Lihat saja.
***
‘Perhatian-perhatian, kepada pengunjung bernama Dora The Explorer harap segera mendatangi sumber suara. Kehadiran anda ditunggu oleh Yang Mulia Diego.’
Diora menyibak tirai kamar pas agar bisa mendengar lebih jelas pengumuman itu. Dia menajamkan telinganya.
‘Perhatian-perhatian, kepada pengunjung bernama Dora The Explorer harap segera mendatangi sumber suara. Kehadiran anda ditunggu oleh Yang Mulia Diego. Katanya sudah waktunya ke rumah Nenek.’
Diora mengumpat pelan sembari menutup tirai. Diego memang benar-benar kurang ajar. Bagaimana dia bisa tau hal seperti itu? Sial. Pasti dari Instagram miliknya yang tidak dalam mode privat.
Dengan terburu-buru, Diora keluar dari kamar pas dan mendatangi sumber suara. Dia bisa melihat wajah menyebalkan milik Diego tengah tersenyum mengejek penuh kemenangan. Ingin sekali rasanya dia menonjok hidung cowok itu sekarang. Di sini.
“Ah ayo dong. Udah jam berapa nih? Nenek pasti udah nunggu,” sambut Diego. Santai tapi mematikan di saat bersamaan.
Dia tidak tau saja Diora sudah menahan amarahnya mati-matian. Menahan kedua tangannya agar tidak membentukan kepala Diego ke meja kayu di sebelah cowok itu.
“Lo brengsek banget sumpah!”
“Makanya gak usah lama milih... beha sama kolornya. Gue bete. Lagian kenapa juga harus ninggalin gue?”