Diora menatap layar ponsel Diego yang berisikan daftar belanjaan yang harus mereka beli di pasar Rabu dan Minggu itu. Yap, pasar itu hanya buka pada hari Rabu dan Minggu. Pasarnya sendiri tidak terlalu luas, hanya terdiri dari beberapa meter lapangan dan beberapa pelapak pasar namun pasar itu terbilang lengkap. Dari mulai sayuran hingga hewan laut pun ada.
“Kita cari cumi sama udang dulu. Nah itu dia!” Diora menggiring Diego ke salah satu lapak yang menjual hewan laut. “Wih cuminya gede-gede. Kata Nyokap lo sih kita beli dua kilo cumi sama satu kilo udang.”
Diego mengangguk paham lalu berkata pada sang penjual agar membungkus pesanan mereka. Setelah selesai mereka kembali mencari lainnya, yaitu sayur. Diora hendak mengajaknya ke lapak yang ramai namun Diego mengajaknya ke arah yang berlawanan.
“Seenggaknya kita bantu yang lagi sepi. Lagian dagangannya juga sama, beda harga juga berapa sih? Gak nyampe satu juta, kan?”
Itu kata Diego ketika Diora bertanya tadi. Cowok itu juga tidak memakai tawar menawar karena menurutnya para penjual di pasar itu tidak mengambil untung yang banyak. Hitung-hitung membantu mereka.
Dalam hati Diora kagum juga dengan pemikiran Diego. Selain mengerti tentang hal yang seperti itu, cowok itu juga pandai memilih sayuran yang masih segar. Diora sudah mengira jika Diego terbiasa berbelanja ke pasar, ntah sendiri atau bersama Bundanya.
Tanpa terasa satu tangan Diora sudah memegang sekresek barang belanjaan pun juga dengan Diego. Cowok itu berhenti dan berbalik menatap Diora yang masih menggunakan pakaian tadi pagi, sama sepertinya karena mereka tadi sempat menghabiskan waktu berkeliling kota Metro demi menyenangkan Diora. Cewek itu belum pernah pergi terlalu jauh selama hidup di Lampung. Jadi Diego ingin sedikit menyenangkan cewek itu.
“Lo mau sosis bakar?”
Satu alis Diora naik lalu mengangguk. “Makan di sini aja. Gue males kalo bawa ke rumah ada Bang Wil.”
Diego mengangguk lalu mengajak Diora untuk duduk di lapak penjual bakso dan sosis bakar. Cowok itu memesan sepuluh tusuk sosis bakar setelah itu kembali duduk bersama Diora. Baru kali ini dia bepergian tanpa peduli dengan penampilan dan juga bau tubuhnya. Bahkan dia saja rela pergi tadi pagi tanpa mandi dan mengganti pakaian dalamnya. Ini semua demi cewek yang duduk di depannya ini, yang wajahnya sudah kusam terkena debu dan sedikit berminyak di bagian hidung, mata dan kening. Demi Diora. Demi Diora, Diego rela berangkat dan memacu kendaraan sangat kencang. Mendapati cewek itu tengah berhadapan dengan Bagas.
Sejenak Diego merasa kesal dan ingin menyingkirkan Bagas saat itu juga. Kalau saja tadi mereka tidak berada di perpustakaan, maka Diego bisa saja berteriak meminta Bagas untuk menjauh dari Diora. Menjauh dari pacar... pura-puranya. Menjauh dari... dari siapa?
Dia hampir lupa jika Diora hanyalah sekadar rekan kerja yang akan berpisah suatu hari kelak, tak lebih.
***
Pemandangan di depannya sungguh menyegarkan walaupun tidak terlalu menyegarkan karena pasir-pasir di sekitarnya menyimpan sampah plastik. Padahal pantai ini cukup bagus tapi namanya juga pantai yang sudah disinggung oleh manusia tidak tau diri, pasti akan ada kotoran juga.
Diora memasang kacamata hitam, menghalau sinar matahari yang menusuk mata siang itu. lima menit yang lalu dia sudah memasang story di WhatsApp bergambarkan suasana pantai. Akhirnya dia bisa merasakan liburan meskipun dengan keluarga Diego. Sedang Diora pergi ke pantai ditemani oleh Mama yang juga sedang ingin berlibur.
“Sok keren banget lo pake kacamata item segala. Mau mijet orang?”
Dari balik kacamatanya, Diora memutar bola matanya. “Kenapa? Lo mau gue pijet?”
Diego mendengus dan mengambil duduk di sebelah Diora. “Mau sih, tapi enaknya kalo dipijet di kamar. Awww! Sakit, Ra, sakit!”