Hari ini Diora menemani Diego memotong rambut di salah satu barber shop di dekat rumah. Cowok itu sebelumnya sempat bertanya apakah Diora senang dengan gaya rambut cowok itu dan Diora segera menjawab tidak. Sebenarnya tidak masalah mau Diego memiliki rambut panjang atau pendek, asalkan terawat, itu saja. Tapi rasanya Diora memang tidak suka dengan gaya rambut Diego yang tidak sesuai dengan rupa cowok itu.
Di bangku tunggu, Diora melihat Diego yang sedang duduk dengan rambut yang sedang dicukur. Dia sengaja mengabadikan momen itu dan membagikannya ke media sosialnya. Rasanya lucu menemani cowok memotong rambut padahal dia saja tidak pernah menemani Wildan.
Sebelum Diora sempat menguap ternyata Diego sudah selesai. Rambut cowok itu bertebaran di lantai dan segera disapu oleh seorang pekerja. Diego nampak tengah mendekatkan wajahnya pada cermin, melihat hasil kerja tukang cukur tadi.
“Widih, lo makin ganteng aja. Macem The Rock,” puji Diora ketika Diego berbalik menatapnya.
“Lo gak pernah nonton film dia apa gimana, sih? The Rock mah botak kali. Botak,” dengus Diego. “Ayo pulang, gue mau mandi nih. Bersihin sisa rambut di muka.”
Diora segera bangkit dan merangkul satu tangan Diego. “Tapi jujur sih, gue suka penampilan lo yang kayak gini.”
“Kan akhirnya lo ngaku juga kalo suka sama gue. Kenapa gak dari dulu aja?”
Mereka berdua melangkah meninggalkan barber shop, menuju motor Diego.
“Sorry to say nih, suka gue itu beda banget kali, bukan macem cewek-cewek yang gampang ketipu sama muka lo.”
Diego menatap Diora melalui bahunya, melihat cewek itu yang sedang menaiki boncengan dengan kedua tangan bertopang di pundaknya. “Tapi gue gak masalah sih kalo lo emang suka beneran sama gue,” katanya. “Karena gue juga suka sama lo.”
Raungan motor Diego menderu pelan menutupi debaran jantung Diora yang tidak keruan mendengar penuturan Diego barusan. Harusnya dia segera memukul pundak cowok itu sekarang juga. Harusnya dia menoyor kepala Diego yang mengenakan helm sekarang juga. Harusnya dia mencubit pinggang Diego sekarang juga. Tapi dia hanya diam, membiarkan angin menerpa wajahnya yang menghangat karena aliran darah nampaknya berkumpul di sana.
Diora tidak bisa membayangkan bagaimana jika nanti dia harus menjauhi Diego, menjadi tetangga normal yang tidak pergi ke mana-mana berdua saja. Menjadi dua orang yang berbeda dengan rasa kecanggungan yang jelas. Bahkan dia lupa dengan kerja sama yang mereka buat. Seolah-olah mereka memang sedekat ini sejak lama, sejak lahir. Harusnya Diora paham dia tidak boleh membiarkan dirinya terlena dengan kesenangan sesaat di antara mereka berdua. Harusnya dia tetap memasang wajah ketus ketika bersama dengan Diego.
Namun semesta seakan sedang tertawa ketika melihat mereka menjalin kerja sama, lalu semesta berkata, “Tidak ada kedekatan antara dua manusia berbeda jenis yang berjalan tanpa membawa perasaan cinta.”
Pada akhirnya Diora memang harus melepaskan Diego seperti perjanjian awal. Sebentar lagi, semuanya sudah jelas, mereka akan berpisah. Diego akan kembali pada Sarah dan Diora akan melaluinya harinya seperti biasa.
Diora memutuskan untuk menghabiskan sisa hari dengan berada di butik, membantu Mama memilah barang yang baru saja datang. Tidak terlalu banyak namun mampu membuat perhatiannya teralih sementara sampai pekerjaan itu selesai dan akhirnya Diora mondar-mandir di belakang, lalu ke bagian depan butik dan duduk di bangku kayu di sana. Sampai akhirnya dia melihat sosok Bagas di seberang jalan dan berjalan mendekat ke arahnya.
“Diora,” sapa Bagas ketika berhasil berdiri di depan Diora.
“Kak Bagas. Ada apa, Kak?” tanya Diora. Tenang. Entah sejak kapan dia bisa tenang berhadapan dengan Bagas.