Mereka berkumpul di tengah nyala api yang menari-nari akibat angin laut yang mendera. Api itu hanyalah api kecil sebagai pelengkap keceriaan mereka malam itu. Botol-botol minuman keras beredar di sana. Hanya Diora, Diego dan Kinar yang tidak mau menyentuh minuman itu sama sekali. Alih-alih mereka memilih teh hangat. Pesta ulang tahun Sarah yang digelar cewek itu hanya berupa liburan tanpa embel apapun. Hanya mereka bersepuluh.
Diora duduk diapit oleh Gilang dan Kinar di atas kayu yang sudah dibentuk menjadi rata bagian atasnya, sementara Diego berada di kursi kayu lainnya.
Ketika Sarah dan teman-temannya memulai topik dan berbincang, Diora hanya memilih menyimak karena lagi-lagi dia tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan. Untungnya, Kinar juga sama tidak mengertinya. Beberapa saat kemudian, Sarah mengajukan permainan Truth or Dare.
Diora tidak pernah bermain seperti itu sebelumnya dan berharap botol itu tidak akan pernah berhenti di dirinya. Beberapa orang sudah mendapat jatah, ada yang memilih mengatakan kebenaran dan juga melakukan tantangan dengan mencium salah satu teman cewek Sarah. Ew, Diora hampir saja mengernyitkan keningnya dengan desisan aneh.
Botol itu kembali berputar dan berhenti di depan Diego. Cowok itu memilih truth.
Sarah tersenyum simpul. “Well, Diego, My Diego, apa lo masih sayang sama gue?” tanyanya, santai namun menarik ketersiapan teman-temannya.
Diora sontak menatap Diego dan Sarah bergantian. Jakun Diego bergerak naik turun sementara Diora menelan ludahnya susah payah.
“Lo tau pasti gue gak bisa sembunyiin rasa sayang gue sama lo. Dari dulu gue udah sayang sama lo,” jawab Diego dalam satu tarikan napasnya. Ujung matanya melirik Diora untuk membaca air muka cewek itu, namun tak ada jawaban yang bisa dia dapat.
Jawaban dari mulut Diego setidaknya memuaskan rasa penasaran mereka yang berkumpul di sana. Jawaban itu adalah jawaban umum yang hanya Diora dan Kinar yang tidak paham maksud sebenarnya.
Lalu botol itu kembali diputar, dan kali ini botol itu berhenti dengan mulut botol menunjuk pada Diora. Diora segera memilih dare.
“Gue minta lo cium Gilang,” sahut Sarah cepat. Wajahnya datar cenderung tanpa emosi.
Diora hampir membelalak begitu pula dengan Diego.
“Ehem, gue rasa gak etis deh kalo nyuruh Diora kayak gitu. Dia bukan bagian dari kita, Sarah,” celetuk Gilang. “Gue sih oke aja, cuma karena Diora beda dari lo sama dua orang lainnya, gue rasa dare itu harus diganti.”
Sarah berdecak, kedua matanya menatap Gilang tajam. “Tapi dia udah jadi ceweknya Diego, kan?”
“Walaupun gitu, dia gak tau circle ini. Lo kenapa maksa banget? Udah nerima kehadiran dia emangnya?”
Diego yang duduk sembari menundukkan kepala itu merasa jengah, didongakkannya kepala. “Cukup!” katanya setengah berseru. “Bawa sini gitarnya. Lo mending keluarin suara bagus lo aja, Sarah.”
Sarah yang tadinya menampilkan raut jengah mendadak ceria. Dia segera beringsut mendekati Diego. Suasana berlanjut dengan alunan gitar yang dimainkan dengan Diego yang berduet dengan Sarah. Mereka terlihat serasi dengan pandangan mata yang begitu terpancar dari keduanya, dan siapapun yang melihatnya akan tahu bahwa mereka berdua jatuh cinta. Diora melihat pemandangan itu dengan hati mencelus, dia ingin berlari dari sana kembali ke rumah namun untuk apa, toh semuanya memang harus berjalan seperti ini. Hatinya makin terasa mencelus ketika pikirannya semakin menjadi-jadi dan hatinya meronta, kepalanya berusaha merangkai alasan untuk pergi dari sana tapi semua itu tidak masuk akal.
Barulah ketika kepala Kinar menyentuh pundaknya karena cewek itu sudah mengantuk, Diora memiliki alasan untuk kembali ke rumah dan beristirahat. Gilang sempat memaksa untuk mengantar tapi Diora menolak. Keduanya beranjak dari sana, kembali ke rumah dan segera memasuki kamar.