Mereka kembali hari Senin, lebih cepat daripada jadwal yang sudah Wildan buat. Diora bisa melihat bahwa ini adalah ide dari Olivia yang juga ikut kembali ke Lampung. Sejak perbincangan yang dilakukan oleh keduanya beberapa waktu lalu, Diora jadi memerhatikan media sosial milik Diego. Tak ada berita terbaru dan tak ada juga tanda-tanda bahwa cowok itu berpacaran dengan Sarah.
Diam-diam Diora menghembuskan napasnya lega.
Jarum jam yang berdetak di tangannya itu sudah beranjak lewat pukul dua belas. Sudah tengah hari. Dua jam yang lalu seminar proposal Diego dimulai dan sekarang kegiatan itu pasti sudah selesai. Sejujurnya Diora ingin segera beranjak dari sana menuju kampus guna mengucapkan selamat pada Diego, tapi dia menutup keinginan itu.
“Udah, kamu duluan aja sana,” kata Olivia yang sedari tadi bisa melihat raut wajah gusar milik Diora. “Udah aku pesenin mobil buat kamu ke kampus.”
“Kampus?”
Olivia mengangguk, pundaknya mengedik pada Wildan. “Kamu duluan aja. Aku udah bilang sama Wildan. Udah sana,” katanya, tubuhnya mendekat. “Perjuangin rasa kamu ke dia,” lanjutnya dalam bentuk bisikan.
Air muka Diora serta-merta menjadi berbinar senang. “Gue duluan ya.” Kemudian dia beranjak dari sana setengah berlari untuk menaiki mobil yang sudah dipesan oleh Olivia sebelumnya.
Suara Wildan terdengar memberi semangat padanya.
Selama kurang lebih setengah jam perjalanan itu ditempuh. Diora turun dengan langkah cepat menuju gedung teknik mesin. Jantungnya bertalu-talu karena lelah juga adrenalin yang terpacu. Tanpa tahu harus ke mana, dia meneliti lantai per lantai yang tak ada aktivitas seminar. Hampir saja Diora menyerah dan mengira jika Diego tidak lagi di sana, tapi pintu yang setengah terbuka itu membuat harapannya melambung.
Dari luar, Diora bisa melihat sosok Diego yang sedang berbincang dengan beberapa orang dan juga Sarah. Jemari Diora yang sudah berada di gagang pintu segera mengendur, kakinya pun undur diri. Baru saja berbalik, tubuh Gilang yang berdiri menjulang menghalangi.
“Lo mau ke mana? Diego ada di sana.” Dagu Gilang menunjuk ke dalam ruangan.
“Gue mendadak ada urusan,” kilah Diora. Namun dia tidak bisa menahan getaran dalam suaranya dan Gilang cukup menangkap getaran itu.
“Lo gak bakal ke mana-mana. Lo harus nemuin dia.”
“Plis, Lang. Kenapa sih lo maksa banget?”
“Harus kalo lo emang mau ke sana,” kata Gilang. “Lo gak bakal ke mana-mana.”
Diora mendesah berat karena sikunya ditahan oleh Gilang, cukup kencang hingga dia tak bisa berontak. Akhirnya dia hanya bisa menurut ketika Gilang menariknya memasuki ruangan.
Diego yang tadinya tengah mengobrol itu berhenti dan hampir membelalakkan kedua matanya ketika melihat Diora yang berdiri di sebelah Gilang. Kedua matanya berbinar tanpa ditutup-tutupi lagi. Sosok Sarah yang berdiri dua langkah darinya saja diabaikan karena cowok itu kini melangkah mendekati Diora.