Sajak Derai Ombak

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #14

Deru Detakmu

Tidak pernah memikirkan yang sama sekali bukan tujuanku dari awal. Tapi, kamu begitu tiba tiba Bumi. Hingga aku takut bahwa ini hanya becanda.

***

Dulu, sekolahku yang ada di Bandar Lampung membuatku tidak bisa untuk melakukan apa apa. Menjadikan sekolah untuk rumah kedua setelah ada rumah yang benar benar rumah. Di dalam waktu yang terus berputar, tidak menjadikanku gadis yang punya banyak teman. Kerjaanku hanya melamun, memikirkan hal yang ada di dalam kepalaku. Pikiranku tetap terjaga disatu titik yang sama. Namun, hatiku tidak sama sekali memiliki pikiran untuk berteman banyak.

Waktu itu Bumi datang, memberikan buku catatanku di depan perpustakan kota. Setelah kejadian di perpustakaan kota, lalu ia menemaniku di depan halte saat aku sedang menunggu metro mini untuk pulang ke sekolah. Dan akhirnya kita sudah terbiasa bersama, sudah sama sama lalu saling mencinta. Awalan saat Bumi mengecewakanku, aku marah tapi hingga saat ini aku belum bisa membenci semua hal yang berkaitan dengan Bumi. Ia berhasil membuatku untuk jatuh cinta sedalam dalamnya. Tapi, dipikiranku tidak berpusat ke Bumi saja, pikiranku ada orang yang selama ini ku tinggal tanpa kepastian sama sekali. 

Dia Devan, laki laki yang ingin ku kenal lebih jauh. Devan yang sering berkelana menggunakan motor bebeknya, Devan yang sering menjadi barista di kedai kopinya, dan Devan yang suka derai ombaknya. Kami jauh, menempati ruang dan tempat yang berbeda beda. Terakhir kali, saat Devan tidak mau jujur kepada perasaanya, ia marah. Marah karena aku pulang dan akan menemui orang yang sudah mengirimkan cerita begitu kelabu.

"Ai?" 

Saat itu, aku meninggalkan Devan dengan perasaan marah secara bersama sama di kota mati itu. Marahmu itu lucu, mukanya nggak ada kesan kalau kamu sedang marah. Makanya, jangan sekali kali marah sama aku kalau kamu nggak mau aku ledek. Ah, kenapa harus memikirkan hal yang sama sekali harus terjadi? Nyatanya, setelah itu aku marah, mendiamkan Devan yang sama sama mendiamkanku juga. Di sini semuanya serba salah.

"Ai? Kok melamun?"

Bumi sudah memanggilku untuk kedua kalinya. Aku yang terlalu larut ke dalam pikiran yang ada dikepalaku, jadi tidak mendengarnya dia bertanya. "Di sininya jangan lama lama ya? Aku mau ke sana," pintaku saat melihat di depan menara London terdapat toko permen lolipop yang sudah buka.

"Dari tadi mikirkan apa?" tanyanya lalu memegang pergelangan tanganku saat aku hendak berdiri.

"Nggak apa apa."

Setelah itu aku menghampiri toko lolipopnya yang diikuti oleh Bumi yang ada dibelakangku. Bunyi lonceng yang ada di atas pintu membuat pelayan toko lolipop menatapku dengan senyuman yang begitu ramah. Aku membalasnya tak kalah ramah.

"Welcome to our store," sapa pelayan yang ada di samping pintu. Aku menganggukan kepalaku lalu masuk mengelilingi rak rak yang terdapat banyak sekali permen lolipop yang bewarna warni.

"Mau yang mana, Ai?" ucap Bumi.

"Yang warna itu, pink," tunjukku yang ada di rak paling atas. Bumi memberikan permennya untukku. Setelah itu kita berjalan jalan di sekitaran London. Tangan sebelah kiriku digandeng oleh Bumi sedangkan tangan sebelah kananku, ku gunakan untuk mengemut permen.

"Kalau aku bawa kamu ke suatu tempat yang paling indah kamu mau nggak? Tapi nggak sama aku di sananya," ucap Bumi.

"Kok nggak sama kamu sih, kalau aku nyasar gimana?"

Lihat selengkapnya