Ini yang namanya rencana? Rencana yang sudah membuatku hancur ketika melihat semua kebenarannya.
***
Sejak kejadian kemarin, aku melamun. Memikirkan rekaman yang sudah ku lalui bersama Bumi. Filosofi tentang Bumi yang gemar sekali membuatku terkejut. Matahari di atas sana menyembul baik baik bersama gelombang awannya. Gedungnya menghiasi langit yang sejak tadi malu malu ingin bertemu dengan penduduk di alam raya. Indah sekali.
Ah, ya aku hampir lupa. Saat ini kan Bumi mau mengajaku ke suatu tempat. Nama tempatnya rahasia dan penuh kerencanaan. Long coat bewarna coklat tua menghiasi badanku. Sepatu bots jenis perempuan menghiasi kakikku. Tak lupa, aku memakai kupluk bewarna hitam di atas kepalaku. Biar hangat.
"Ternyata masih di dalam?" ujarnya saat aku membuka pintu kamarku. Aku menyengir, menampilkan gigi kelinciku yang sangat rapih.
"Habisnya enak banget buat rebahan, ini kan juga masih pagi," ujarku.
"Harimu nggak produktif banget, Ai. Rebahan nggak buat badanmu sehat."
"Iya iya tukang bawel. Hm, kita mau kemana?" aku melirik Bumi yang sedang merangkulku. Lalu masuk ke dalam bus kota.
"Nanti juga tahu," ia duduk di sebelahku. Tangannya mengambil tangan kiriku, mengamati cincin pemberian darinya begitu baik baik. Ia tersenyum kecil dan mengecup tanganku sekilas.
"Rasanya aneh banget kalau kamu menggenggam tanganku melulu," ujarku.
"Biarin. Biar nggak ada orang yang mau nyulik tunanganku," aku terkekeh. Rasanya aneh sekali saat Bumi menyebut namaku sebagai tunanganku. Kali ini aku benar benar tidak ingin pergi sendirian. Aku hanya ingin pergi ketika ditemani oleh Bumi agar tanganku ada yang menggenggamnya.
"Kalau kita nggak ketemu dari awal, mungkin kita nggak bakalan ke sini sama sama, Ai," Bumi mulai bercerita.
"Coba saja, waktu itu kamu nggak pergi dihari ulang tahunku. Mungkin, selamanya kita baik baik aja, kan? Waktu itu kamu pergi ke mana, sampai sampai kamu nggak menjemputku untuk ke tempat rahasiamu. Aku nunggu di depan halte sampai larut malam, tahu nggak?" ujarku merajuk.
"Karena hari itu ada sesuatu yang nggak bisa kasih tahu kamu sampai sekarang," katanya. "Lagian, hari ini kita juga masih baik baik aja kan? Yang udah ya udah, nggak usah dibahas lagi. Kalau dibahas lagi, namanya kita nggak bisa melupakan masa lalu."
"Kalau nanti, kamu bisa beri tahu aku?"
"Nanti sore akan ku beri tahu tapi di tempat lain."
Setelahnya kita turun. Ternyata Bumi mengajakku ke sungai Thames. Sungai yang sangat indah dan terdapat beberapa kapal pesiar yang bisa ditumpangi oleh pengunjung. Dia mengajaku ke dermaga. Memasuki kasir lalu berjalan ke kapal pesiar itu. Kita di salah satu orang yang begitu ramai.
Kapalnya berjalan. Bumi memeluk tubuhku dari belakang. Dagunya biarkan menempel dipundak sebelah kiriku. Aku tersenyum melihat pemandangan Kota London yang begitu apik untuk dilihat. Tanganku menyangga pagar kapal pesiarnya. "Tujuanmu buat mengajakku ke sini untuk membuatku bahagia, kah?"
"Kalau aku membuatmu patah hati, kamu nggak terima ya?"