Sajak Derai Ombak

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #16

Buku Tanpa Raga

Detik itu juga jatuh cintaku kepada orang yang selama ini berpetualangan denganku hilang seketika. Ia berbeda sekali denganmu.

***

Sedari kemarin, aku tidak keluar dari hotel. Membiarkan pelayan yang mengantarkan menu makanan ke kamarku. Aku duduk di areal balkon, mengamati buku bercover kusang yang bewarna putih debu. Tulisan Bumi yang belum ku baca lagi. Hari ini, aku menyiapkan hati agar perasaanku tak membuncah, agar perasaanku menerima semua kenyataannya dan agar aku bisa memaafkan orang yang sudah membuatku bahagia hanya sesaat.

Aku tahu, kamu pasti sedang baca bukuku lagi, ya? Karena ada hal yang membuatmu penasaran, kan? Kamu sedang apa? Sudah makan? Kalau belum, pasti sudah ku suruh makan sedari tadi. Tapi kan, kita jauh. Ah, iya lanjut yang kemarin aja ya?

Iya, jauh sekali Bumi, bahkan aku nggak bisa menemukanmu lagi hingga aku mencari cari keberadaanmu di belahan bumi sekalipun.

Dunia selalu berputar, Ai. Berporos pada satu titik. Dan manusia sering membuat kesalahan. Tapi, kesalahan terjadi karena ia harus bisa merelakan orang yang disayang untuk pergi. Terutama kamu. Kamu harus bisa membiarkan orang yang dicintainya untuk pergi. Semesta tempatnya untuk capek, Ai. Mungkin aku pergi dari semesta karena aku sudah capek.

Ah, iya! Waktu kejadian karena penyakitku kambuh itu. Aku dibawa ke rumah sakit yang ada di Kota London. Penyakitku tambah parah karena aku jarang meminum obatnya. Dokter mengatakan bahwa penyakitku sudah stadium akhir. Darah putihku sudah menyebar kemana mana.

Kamu susah sekali untuk meminum obat? Jadinya gini 'kan? Kamu sudah memberikanku luka dan benar luka yang entah kapan bisa sembuhnya.

Untung saja, saat itu kamu nggak melihatku. Keadaanku waktu itu benar benar membuat semua orang yang melihatku begitu kasihan. Dan dibenakku mengatakan, kenapa aku masih hidup? Biarkan usiaku tutup sampai di sini. Namun, Tuhan masih memberiku kesempatan, aku bisa menulis cerita pendek ini sebelum aku melakukan operasi lalu koma secara bersama sama.

Kamu saja bilang begitu, Bumi. Seakan akan kamu sudah tahu duluan bahwa kamu akan koma setelah operasi.

Dan waktu itu, rencanaku ingin membuatmu menjadi Aileen yang benar benar aku kenal, yang tidak suka melamun, yang tidak suka dengan berdiam diri di depan halte, dan yang tidak suka mengada ngada. Lalu, aku meminta pertolongan kepada kakaku, Kasa. Aku memintanya untuk mengamatimu dari jauh.

Kamu saja tidak bisa mengamatiku dari dekat, apalagi aku yang waktu itu sama sekali tidak tahu keberadaanmu di kota mana? Aku pasti bahagia kalau ternyata, diam diam kakakmu disuruh untuk mengamatiku. Dan aku baru tahu sekarang, hancur berkaloborasi dengan kata bahagia.

Kasa bilang, di sana kamu tumbuh begitu baik. Kamu lulus wisuda dengan lancar. Dan info yang mengejutkanku sekali, bahwa kamu akan pindah ke kota Milan sendirian tanpa kawan. Di kepalaku, kamu kenapa berani ke sana sendirian? Tambah dewasa ternyata tambah berani ya, Ai?

Lihat selengkapnya