Dia bukan pergi, melainkan kamu yang pergi mendahuluinya. Kamu yang pergi meninggalkan cinta setulus dia. Lalu, kenapa kamu mencari cari untuk kembali bersama?
***
Salah satu rasa bisa berubah dengan rasa milik orang lain yang baru saja datang. Bahkan memiliki rasa untuk dua orang pun bisa berubah. Bisa menjadi mencintai satu orang itu saja lalu bisa menjadi dirinya yang tidak akan mencintai siapa siapa.
Keramaian orang orang yang sedang berjalan di areal jalan raya membuatku mendesah pelan, siang ini terasa begitu panas. Saat sudah di depan kedai milik Devan, aku menatapnya begitu sendu. Kedainya tutup dan mungkin akan dibukakan lagi saat Devan udah sembuh.
Pesan yang aku kirimkan kemarin kepada Restu tidak dibalasnya sampai sekarang. Itu artinya Restu kecewa denganku karena sudah membuat ia dan Devan saling khawatir. Kakiku melangkah menuju ke tempat yang semula membuatku tertegun.
Il Duomo (Katedral Milan) itu tempat dan bangunan yang mampu membuatku jatuh cinta kali pertama di kota baru ini. Dan tempat yang ada di kota ini, kota lama yang mengenalkanku luka setelah mengenal jatuh cinta. Cinta yang pertama sudah pupus, sudah abadi di alam keabadian, dan sudah hilang ketika aku ingin berbicara dan memeluk raganya.
Cinta yang kedua, aku yang mencari cari. Mencari orang yang hampir hilang ditelan koma. Aku mengedarkan pandanganku di sekitaran ramainya orang orang. Kameraku sengaja tidak dibawa, ku tinggal di Bandar Lampung. Bandul kunci berbentuk Il Duomo (Katedral Milan) selalu tergantung ditas slempanganku.
Sharla : kamu kembali, Ai? Kenapa nggak bilang sama aku?
Pesan dari Sharla membuatku tersenyum kecil. Ah iya, sampai lupa untuk mengabari teman kerjaku yang ada di sini. Ku balas pesan itu.
Aileen : aku pulang untuk mencari Dev, kamu tahu Devan ada di mana?
Sharla : kamu nggak menanyakan kabarku dulu?
Aku terkekeh kecil.
Aileen : aku tahu, kabarmu pasti baik kan?
Sharla : aku tahu apartemen Dev.
Sharla mengirimkan alamat apartemennya. Namun, aku tidak langsung ke sana. Aku mencari halte yang dulu pernah ku temui saat pertama kali dengan Devan. Aku duduk sebentar, dua kalinya aku menunggu seseorang di depan halte. Dan itu sangat tidak wajar.
Mengingat memori saat Devan mengenalkan namanya sendiri, mengulurkan tangannya minta dijabat, lalu mengucapkan kalimat bahwa dia sudah tahu namaku. Waktu itu aku bingung, tapi setelah ku baca buku puisi milik Devan, aku jadi tahu kalau Devan mengenalku dari Restu.
Indah sekali membayangkan memori memori yang berkaitan dengan Devan. Bumi sudah pergi, Kasa sudah ku suruh untuk berhenti mencintaiku, lalu aku pulang kembali untuk mencari Devan. Dan apakah aku salah?
"Who are you waiting for?"