Sajak Derai Ombak

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #21

Perahunya Runtuh

Waktu bukan untuk memulai sesuatu. Tapi, jaraklah yang harus mengintropeksikan diri untuk memulai sesuatu yang lebih baru.

***

Aku dan Sharla berlarian di koridor rumah sakit. Suster dan para pengunjungnya menatapku heran. Aku belum yakin, seberani inikah aku meneui Devan yang sedang koma. Melihat keadaanya yang sudah lelah karena berbaring di atas brankar rumah sakit. Dan melihat alat medis yang tertancap diseluruh badan milik Devan.

Aku berhenti saat sudah sampai di depan pintu ruang inap yang Devan sedang dirawat. Aku menatap Restu dan dua orang cowok yang sedang menatap ke arah dalam ruang inap milik Devan. Saat mataku melihat ke sebelah Restu, ada satu perempuan yang ada difoto kamera milik Devan. Siapa sih?Kalau perempuan itu pacarnya, seharusnya dia pergi menemui Devan, bukan hanya melihat seperti itu saja.

Aku masuk begitu pelan. Menatap tubuhnya yang terlihat begitu lemah. Dia koma sudah berapa lama? Setelahnya aku duduk di samping brangkar milik Devan. Ku geret kursi yang sedang ku duduki agar lebih dekat. Menatap wajahnya yang begitu banyak perban serta alat pernafasan yang sudah tertancap sempurna dilubang hidungnya.

Suasana di dalam ruangan ini begitu diam, hening, dan sunyi. Hanya suara mesin pendeteksi jantung yang terdengar olehku. Aku mendekat ke arah wajah milik Devan, menyentuh matanya dan membelai lembut pipi sebelah kananya. "Dev..." suaraku yang parau sudah mulai terdengar.

"Bangun. Aku di sini, sudah ada di sampingmu," air mataku sudah mulai jatuh.

"Kamu harus memberi pelajaran untuk orang yang sudah menyakitiku, Dev. Kamu harus buktikan sama mereka kalau kamu nggak akan cacat!"

"Aku nggak tahu kenapa kamu semarah itu saat aku pergi sama Bumi. Kamu harus bangun dan ceritakan kepadaku tentang alasan itu," kataku lagi.

"Dev, kamu nggak boleh kaya gini. Kamu kuat, nggak boleh lemah."

Saat aku terisak, wajahku dibenamkan didada milik Devan. Mencengkram lengannya agar aku tak menjerit. "DEV BANGUN! KAMU HARUS BANGUN, SAYANG! KAMU HARUS MELIHAT DUNIA DAN MEMULAI HIDUPMU YANG LEBIH BARU LAGI!" Nyatanya aku menjerit di depan Devan. Menyuruhnya untuk bangun dari komanya.

Tanganku memukul mukul lengannya agar setelah itu Devan bisa bangun. Saat pukulanku mulai melemah, tubuhku ditarik dan dipeluk oleh seseorang yang tiba tiba ada dibelakangku.

"Ai, sudah. Jangan menangis seperti itu. Dev tidak akan apa apa," aku kenal suaranya, mengenal aroma parfumnya yang sudah membuatku candu.

Lihat selengkapnya