Sajak Derai Ombak

Bernika Irnadianis Ifada
Chapter #23

Diambang Kecemasan

Akhirnya, dunia masih memberiku penantian yang selama ini aku nanti nantikan. Tuhan, rencanamu bukan sesuatu yang bisa ku tebak. Tapi, rencanamu sesuatu yang ingin sekali ku berikan apresiasi.

***

Aku mengerang saat sebuah elusan lembut mengelus rambutku. Aku tak terbangun, malahan mengoceh tidak jelas. "Apaan sih? Ini bukan rencanaku untuk membangunkanmu Dev. Kalau kamu yang mengelus rambutku berarti itu semua rencana yang Tuhan berikan untukku bahagia. Tapi, nggak mungkin kamu membuka matanya secepat itu. Jangan membuat harapan yang nggak nggak dong, aku takut kena tipu."

Aku membulatkan matanya saat mendengar deheman itu. Telingaku mendengarkan detak jantung milik Devan, masih bersuara dengan ritme pelan.

Aku belum berani menegakkan badanku untuk melihat matanya yang terbuka itu. Namun, elusan dirambutku semakin membuatnya nyata. Perlahan aku menegakkan badanku. Aku terdiam saat Devan tersenyum serta memandangku penuh rindu.

Spontan aku menutup mulutnya menggunakan kedua tanganku. "Dev..." suaraku bergetar.

Mulut itu tak bisa bersuara lagi. Tangannya mengode untuk meminta ponselku. Akhirnya aku memberikan ponselnya. Dia mengetikkan sesuatu dimemo ponselku.

Sini kamu tidur di sampingku. Biar bisa ku peluk sampai pagi. Ngomong ngomong terimakasih sudah memakai kalung pemberianku.

Aku tersenyum lebar saat membaca kalimat yang ada diponselku lalu menyekal kalungnya sambil memperhatikan bandul yang bertuliskan namaku itu. Aku menatap Devan yang sudah merentangkan tangannya minta dipeluk, "jangan dulu. Kamu bangun sejak kapan? Sejak aku tidur, ya?" dia mengangguk.

"Kenapa kamu baru membangunkanku sekarang?" kataku tak berani menatap matanya lama. Lalu ponselku, ku berikan lagi kepada Devan.

Dev, aku janji sama diriku sendiri. Bahwa setelah kamu membuka matanya, aku ingin mengecupmu untuk pertama kali. Tapi Dev, aku belum berani untuk seperti itu. Seruku dalam hati.

Tidurmu nyenyak sekali. Sampai sampai aku nggak tega membangunkanmu, kamu tadi juga mendengkur. Pasti kamu capek, kan? Tidur di sampingku dulu, ya?

"Kamu salah satu orang yang nggak bisa membuatku marah," aku menangis lalu memeluk tubuhnya yang juga memeluk tubuhku begitu erat.

Aku menurutinya. Lalu tidur di samping Devan. Tuhan, kadang kebahagianku memang sederhana. Melihat dia yang sudah membuka matanya. Lalu mengetikkan beberapa kalimat diponselku begitu berani.

***

Lihat selengkapnya