Larutku bukan menjadi picu bahwa aku juga ingin pergi. Tuhan nggak membolehkanku pergi meninggalkan dunia. Dan mungkin pengganti orang lama untuk menemuiku hanya orang baru yang tersisa untuk ku kembali pulang.
***
Satu Minggu setelah Devan pergi mendahuluiku. Aku semakin banyak diamnya, mengurung diri di dalam kamar, dan menghiraukan ucapan Kasa. Sesekali memainkan ponselku hanya sekedar menjadi hiburan.
Dan satu Minggu itu, aku semakin dekat dengan Kasa. Mengurus apartemenya dengan Kasa dan yang memasak makananku adalah Kasa. Dia mengurusiku dengan sabar.
"Melamun lagi? Udah satu Minggu kerjaanmu cuma melamun seperti itu di dalam kamar. Keluar sama aku, mau? Pergi ke asrama, nemuin Jessy."
Aku menatap Kasa terkejut. "Mau..."
Akhirnya aku pergi ke asrama. Menemui Jessy, menemui anak anak didikanku lalu mengajari mereka untuk bernyanyi dalam bahasa isyarat. Kasa hanya menatapku takjub. Ia hanya duduk sambil memperhatikanku yang sedang menari nari bersama anak anak asrama.
Setelah itu, aku menghampiri Jessy yang sama sekali belum menemuiku. Gadis kecil itu, sudah bangun dari komanya selama empat hari. Tuhan memang baik kepadanya, kepada semua orang yang benar benar memang membutuhkan.
Aku meninggalkan Kasa yang sedang bermain sepak bola bersama anak laki laki didikanku. Disudut koridor, samar samar mendengar gadis yang sedang bersenandung pelan. Aku menghampirinya lalu duduk di samping gadis kecil itu yang masih memakai tongkatnya.
"Hai?" sapaku. Jessy terkejut atas kedatanganku yang begitu tiba tiba. Dia menatapku, setelahnya tersenyum lebar sambil memelukku erat. Deru detaknya masih terdengar olehku, jantung yang selama ini ada ditubuh Dev sudah berganti tempat ditubuh milik Jessy.
"Turns out you're Devan's girlfriend?" gerakan tangan Jessy membuatku tertawa kecil.
"How are you? I guess we will not meet again," dia diam. Menunduk sambil menatap buku yang dipegangnya. Aku sesekali mengelus rambut panjang milik Jessy.
Dia memberikan buku kepadaku. Buku yang isinya hanya empat lembar. "Want to give me a surprise?" tanyaku kepada Jessy.
Dia menggeleng, menggerakkan jari jari tangannya sehingga membentuk kalimat, "this book is not a surprise. Devan gave this to me. But, I don't want to save it. So this is for you."
Setelahnya Jessy pergi sambil memegang kedua tongkatnya yang sengaja dia jepit dikedua ketiak milik Jessy.
***