Sejak tragedi memilukan yang merenggut kedua orangtuanya, kini Dina tinggal di Bandung bersama kakek dan neneknya. Meski tidak lagi bersama orangtuanya, Dina tidak pernah hidup kekurangan karena kakek dan neneknya selalu berusaha semaksimal mungkin memberikan segala yang Dina perlukan. Akan tetapi sampai Dina berusia 14 tahun, ia masih memiliki rasa trauma apabila mengingat kejadian nahas itu. Kejadian itu masih sangat membekas diingatannya walau sudah tujuh tahun berlalu. Tak hanya Dina, tapi kakek dan neneknya juga merasakan trauma tiap kali teringat akan musibah yang terjadi kepada anak dan cucu mereka.
Dina tumbuh menjadi remaja yang aktif dan berprestasi di sekolahnya. Kepribadian ceria dan sikapnya yang ramah membuat ia banyak disukai oleh teman-temannya. Teman-teman Dina sering berkumpul di rumahnya untuk kerja kelompok atau hanya sekedar mengobrol santai. Kakek dan nenek selalu antusias menyambut teman-teman Dina karena kehdiran mereka selalu membuat suasana rumah menjadi lebih hangat dan ramai. Terkadang kakek dan nenek Dina tak percaya kalau cucu mereka bisa bangkit dan menjadi pribadi yang ceria setelah tragedi itu.
"Nek, besok teman-temanku mau main lagi ke sini," ujar Dina.
"Siapa saja Din?" tanya nenek sembari menata lauk di meja makan.
"Ya mungkin Tania, Kinan, sama Puput Nek."
"Oh.. Mau dibikinin apa?" tanya Nenek.
"Nggak perlu lah Nek, kan masih ada banyak cemilan tuh," ujar Dina.
"Jangan gitu dong. Kalau cemilan kan bisa beli di mana-mana. Besok nenek bikinin pisang goreng madu yah," tawar nenek dengan sedikit memaksa.