The Perfect Brother

Luna Luvia
Chapter #3

Kelemahan dan Kekuatan

Beberapa minggu ini, aktivitas Dina cukup padat. Ia sibuk mempersiapkan lomba kesenian di sekolah bersama teman-teman organisasinya. Hampir setiap hari, ia pulang ketika langit sudah mulai menggelap. Hal itu membuat kakek dan neneknya cukup khawatir akan keselamatan dan kesehatan Dina. Namun, Dina memiliki teman-teman baik yang selalu dengan senang hati menemaninya dalam perjalanan pulang, sehingga kakek dan nenek dapat merasa tenang.

Suatu hari, hujan turun lebat. Sejak siang hingga malam, hujan tak kunjung mereda. Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam, tapi tak kunjung ada tanda-tanda kedatangan Dina. Kakek dan nenek bukan main khawatirnya, mereka khawatir terjadi sesuatu pada cucu mereka. Tak lama, kakek bergegas mencari Dina ke sekolah. Sementara itu, nenek tak hentinya berdoa dengan cemas, berharap Dina bisa pulang dengan selamat.

Sekitar tiga puluh menit berlalu, terdengar suara motor berhenti di depan rumah Dina. Tampak Dina turun dari sepeda motor mengenakan sweater hijau yang tampak asing. Seorang pria berusia sekitar 40 tahun mengantar Dina masuk ke rumah. Nenek menajamkan pandangannya sambil terus berusaha mengingat siapa pria itu.

"Nek, ini ayahnya Linda. Tadi Dina ke rumah Linda buat nitip perlengkapan lomba, tapi hujan terus, jadi diantar pulang sama ayahnya Linda," jelas Dina.

Nenek mengangguk dan tersenyum. "Terima kasih ya, sudah antar cucu saya. Tunggu di sini sebentar... sebentar..."

"Punten, Nek. Gak perlu repot-repot... Saya harus cepat-cepat pulang mau beli barang titipan istri saya," ayah Linda menolak secara halus karena tidak ingin merepotkan nenek.

"Ya, jangan gitu atuh. Saya yang jadi gak enak," ujar nenek. Nenek bergegas pergi ke belakang dan kembali membawa sebuah bingkisan besar.

"Ya Gusti... Nek, ini mah saya jadi gak enak kok dibawain sebanyak ini..." keluh ayah Linda.

"Sudah, ambil ini. Saya teh minta tolong diterima saja ya, saya cuma punya ini," kata nenek sedikit memaksa.

"Iya, Pak. Diterima ya. Anggap saja ini ucapan terima kasih kami sekeluarga," ujar Dina.

Ayah Linda pun terpaksa menerima bingkisan dari nenek dengan perasaan canggung. Tentu sebagai orang asing, ia merasa tidak enak menerima bingkisan besar itu hanya karena telah mengantarkan teman anaknya.

"Terima kasih ya, Nenek, Dina. Semoga dibalas sama Yang Kuasa."

"Aamiin. Semoga bermanfaat ya bingkisannya, hati-hati di jalan," ujar nenek.

Setelah ayah Linda pergi, Dina dan neneknya masuk ke dalam rumah. Nenek segera menyuruh Dina untuk membersihkan diri, sementara nenek mempersiapkan makanan di meja makan untuk makan malam bersama.

"Nek, kakek di mana?" tanya Dina yang baru keluar dari kamar mandi.

Lihat selengkapnya