Dua tahun kemudian
"Dasar anak yatim piatu! Masa benerin ini aja gak bisa? Bawa sial aja!"
Dina pulang dari sekolah dengan wajah yang muram. Langkah kakinya tak seperti hari-hari sebelumnya. Sesampainya di kamar, ia menjatuhkan tasnya begitu saja dan melempar tubuhnya sendiri ke atas kasur tanpa mengganti pakaian. Dina menutup mata dan mengatur napas. Baru kali ini ia merasa sangat sakit hati terhadap perkataan orang lain. Ia masih mengingat jelas bagaimana seorang teman sekolahnya melontarkan kalimat jahat yang tak pernah Dina terima sebelumnya. Air mata mengalir di pipinya tanpa ia sadari. Ia tak mampu menahannya lagi dan membiarkan air matanya mengalir makin deras.
Ponselnya berdering. Dina pun bangun dan mengusap air matanya. Ia lantas mengambil ponselnya dari atas meja dan mengecek siapa yang meneleponnya. Nama Andra terpampang jelas pada layar. Dina menarik napas dalam dan memperbaiki posisi duduknya.
"Halo Kak, ada apa?" Dina membuka percakapan.
"Kamu apa kabar?" tanya Andra.
"Baik kok Kak. Memangnya ada apa?"
"Beneran baik?"
"Iya Kak. Dina kabar baik kok, kakek nenek juga sehat," jawab Dina.
"Oh gitu," Andra terdiam beberapa saat.
"Ada apa Kak? Kok tumben telfon siang-siang gini. Kakak gak kerja?" tanya Dina.
"Eh, kerja kok, ini lagi istirahat makan siang. Itu aku mau tanya paket yang aku kirim kemarin lusa udah sampai sana belum?"
"Udah Kak, kemarin sore udah datang. Makasih ya Kak, aku suka banget novelnya. Maaf ya Kak jadi ngerepotin," ujar Dina.
"Nggak ngerepotin kok. Tenang aja, aku emang ada temen yang kerja di distributornya. Oh iya, kakek nenek di mana?" tanya Andra.
"Lagi di toko Kak. Karyawannya lagi izin, jadi nenek nemenin kakek jagain toko," jawab Dina.
"Ohh. Ok. Kalau gitu habis ini aku lanjut kerja dulu ya, kamu jangan lupa makan ya Din. Di jaga kesehatannya, jangan sakit nanti kakek nenek sedih," ujar Andra.
"Iya Kak, habis ini aku makan kok. Makasih ya Kak sekali lagi udah kirimin novelnya satu set lagi padahal aku cuma pengen satu."
"Sama-sama, kalau kamu butuh apa-apa bilang aja nanti aku bantuin, aku tutup dulu telfonnya ya. Oh iya titip salam buat kakek sama nenek ya," ujar Andra
"Ok Kak.. Makasih."
Telepon tertutup. Dina kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Saat ia beranjak dari kamarnya ponselnya berdering lagi. Saat dicek kali ini yang menelepon bukan Andra melainkan Kinan. Dina mengerutkan kencing pasalnya sudah dua tahun ia dan Kinan tak berkomunikasi. Tapi ia tak mau berpikir panjang dan segera mengangkat teleponnya.
"Halo Dina, kamu apa kabar?" tanya Kinan dari seberang telepon.
"Baik kok. Kamu gimana?"
"Baik—Eh, kamu biasanya pulang jam berapa?" tanya Kinan lagi.
"Jam 1 siang udah pulang kok. Kenapa tanya begitu?"
"Ah, gak ada apa-apa kok. Cuma tanya aja, ya siapa tau besok-besok aku mau mampir. Kita kan udah lama juga gak ketemu," ujar Kinan.
"Oh gitu, boleh kok. Mampir aja. Aku juga kangen banget sama kamu sama Puput juga," jawab Dina.
"Iya, aku juga kangen sama kalian semua. Ya udah kalo gitu aku mau keluar dulu ya Din. Bye bye,"
"Ok Nan, hati-hati," Dina terdiam sejenak. Ia bingung tak biasanya Kinan menelepon hanya untuk menanyakan hal sepele seperti ini. Tapi Dina tak begitu menghiraukannya, ia hanya berpikir mungkin Kinan merasa canggung jika langsung datang tanpa mengabari terlebih dahulu karena mereka sudah lama tidak bertemu.
***
Beberapa bulan kemudian Andra kembali berkunjung ke rumah Dina. Ia membawakan beberapa oleh-oleh untuk Dina serta kakek dan nenek. Kakek dan nenek menyambut Andra dengan antusias.