Hari itu, Dina bersama kakek dan neneknya pergi ke Jakarta bersama Andra. Setelah melalui dua tahun yang berat di SMA, Dina memutuskan untuk menerima tawaran Andra berkuliah di Jakarta. Ia tak percaya bisa melewati segala cobaan di bangku SMA yang menyedihkan itu. Sekarang ia ingin membuka lembaran baru dan melupakan segala kenangan buruk yang pernah terjadi di sana.
Mobil Andra berhenti tepat di depan sebuah rumah yang cukup besar di ujung jalan. Dina melihat dari dalam mobil, seorang teman Andra keluar membantu mengarahkan Andra untuk parkir di garasi. Setelah mobil terparkir, Dina turun dari mobil bersama neneknya. Andra mengajak kakek, nenek, dan Dina untuk masuk ke dalam rumah. Dina meminta izin untuk pergi ke luar. Ia memperhatikan lingkungan sekitar yang tampak sepi seperti tidak ada kehidupan. Bahkan suara anak-anak kecil tak terdengar sedikitpun. Dalam
"Dina, masuk,"
Suara dingin itu membuat Dina menoleh. Ia melihat teman Andra sedang menatapnya dengan ekspresi datar. Melihat itu Dina sedikit merinding dan bergegas kembali ke rumah. Saat berjalan dengan terburu-buru kaki Dina tiba-tiba menendang sesuatu hingga ujung ibu jari kakinya sedikit terluka.
"Kenapa ditendang?" tanya teman Andra dengan tegas tanpa simpati membuat Dina ketakutan mendengar suaranya.
"M—Maaf, saya gak lihat," jawab Dina.
Teman Andra menghampiri Dina dan mengambil sebuah jebakan tikus yang terpental karena ditendang Dina. Ia memandang Dina dengan mata seakan tak suka. Dina yang menyadari itu merasa bersalah sekaligus bingung. Kenapa teman Andra ini sangat dingin dan mudah marah hanya karena hal sepele. Tak lama kemudian teman Andra kembali ke mobil untuk mengambil barang-barang sedangkan Dina bergegas masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, Dina tidak menemukan keberadaan kakek nenek maupun Andra. Saat Dina hendak masuk ke ruang tengah, tiba-tiba teman Andra menarik lengan Dina dengan sedikit kasar.
"Kamu dapat barang ini dari mana?" tanya teman Andra.
Dina melihat papan permainan milik Kinan yang sedang dibawa teman Andra itu. Dina merebut kembali papan itu dengan paksa, "Kenapa kamu pegang barang-barang saya tanpa izin?"
"Memangnya kamu tau itu gunanya apa?" tanya teman Andra dengan nada datar.
Dina hanya diam dan membuang muka dengan kesal. Kemudian ia pergi meninggalkan pria itu sendirian di ruang tamu. Dina berjalan dengan langkah penuh amarah dan masuk ke salah satu kamar kosong. Ia memandangi papan permainan itu. Ia mengingat semua kenangan yang pernah terjadi bersama teman-temannya sat SMP. Tanpa sadar Dina meneteskan air mata karena sangat merindukan teman-temannya. Dina mendongakkan kepalanya memperhatikan seisi kamar itu. Kamar kecil itu hanya terisi sebuah lemari kecil dan kasur tanpa ranjang. Dina pun duduk di atas kasur itu sambil bersandar ke tembok menatap langit-langit kamar.
"Dina, kamu lagi ngapain?"
Dina menoleh ke arah pintu melihat Andra yang tampak kebingungan, "Gak ngapa-ngapain kok Kak, cuma iseng aja masuk kamar ini."
Andra tersenyum dan duduk di samping Dina, "Kamu kenapa sih? Kok kayaknya banyak pikiran."
"Enggak kok Kak. Cuma kecapekan aja," ujar Dina.
"Hmm.. Kalo gitu istirahat di kamar kamu aja. Udah rapi kok kamarnya," tawar Andra.
"Iya Kak. Aku tadi belum tau kamarnya di mana."
"Ya udah, yuk aku tunjukin kamar kamu," Andra berdiri dan mengajak Dina keluar dari kamar itu.
Saat hendak keluar dari kamar, teman Andra datang dan lagi-lagi memandang Dina dengan tatapan tajam. Dina benar-benar merasa terintimidasi dengan tatapan itu. Lain halnya dengan Andra, ia malah terlihat senang akan kehadiran temannya.
Andra membalikkan badan dengan antusias, "Oh iya Dina, aku lupa bilang. Ini temen aku namanya—"
"Adrian," ujar pria itu dengan dingin.
"Iya Adrian. Mas Adrian. Dia senior aku, sahabat aku juga," ujar Andra.
Dina mengerutkan keningnya. Menurutnya ini aneh. Andra adalah orang yang sangat baik dan ramah, tapi kenapa ia bersahabat dengan Adrian yang tua dan menyebalkan itu. Bahkan Dina berpikir jika ibu Andra masih hidup pasti juga akan melarang Andra berteman dengan Adrian.
"Kalau kamu perlu sesuatu tapi aku gak bisa bantu, kamu bisa minta tolong ke Mas Adrian ya Dina," ujar Andra.