Dina nyaris tak tidur semalaman karena memikirkan ruang bawah tanah itu. Ia benar-benar tak menyangka di rumah modern seperti ini ada ruang bawah tanah yang disembunyikan oleh Andra darinya. Berkali-kali ia mengambil ponsel dan meletakannya kembali berniat untuk menanyakan hal itu kepada Andra. Namun tiap kali hendak mengirim pesan atau menelepon, jemarinya terhenti seakan berat untuk melakukan itu.
Ponsel Dina berdering. Tampak dari layar ponsel Tia meneleponnya. Dina sedikit kebingungan kenapa Tia menelepon sepagi ini, padahal hari ini tidak ada kelas pagi. Ia pun bangkit dari tidurnya dan mengangkat telepon Tia.
"Halo Tia, ada apa kok telfon pagi-pagi begini?"
"Sorry Din, lagi sibuk gak? Nanti temenin aku yuk cari barang di mall," ujar Tia.
"Cari barang apa?" tanya Dina kebingungan.
"Udahlah.. Nanti kamu juga tau. Ayolah bisa ya, penting banget nih butuh buat acara besok..." ujar Tia memohon.
"Iya bisa kok, jam berapa?"
"Jam 10 ya. Nanti kita sekalian berangkat bareng ke kampus gimana?" tawar Tia
"Ok!"
"Makasih Din, oh iya rumah kamu blok berapa?"
"B-24," jawab Dina singkat.
"Ok. Nanti kalo udah mau berangkat ku kabarin ya."
Tia menutup teleponnya. Dina beranjak dari kasur menuju ruang tengah. Ia membaringkan tubuhnya di sofa sambil menonton televisi yang sudah menyala sejak tadi malam. Acara kartun menemaninya di pagi yang dingin itu. Sesekali dari kejauhan ia menoleh ke arah kamar kecil yang kemarin ia datangi untuk memastikan pintu kamar itu masih tertutup rapat seperti semalam. Kedua matanya mulai tak kuasa menahan kantuk akibat kurang tidur karena memikirkan kejadian semalam. Perlahan ia terlelap diiringi suara lagu yang dinyanyikan tokoh-tokoh kartun pada tayangan televisi.
Suara teriakan seorang pria yang berat membangunkan Dina dari tidurnya. Mata Dina terbuka lebar berpencar mencari asal suara. Beberapa saat baru ia sadari suara itu ternyata dari sebuah film yang di televisi. Dina sedikit lega mengetahui itu. Cahaya matahari yang terik menembus masuk ke dalam rumah. Dina mengernyitkan alis melihat jam pada ponselnya. Ia terperanjat seketika melihat jam menunjukkan pukul 09.45 yang mana itu berarti ia hanya punya waktu 15 menit sebelum Tia datang menjemputnya. Dengan segera ia bangkit dan lari ke kamar untuk mandi dan bersiap sebelum Tia tiba.
Dina keluar dari rumah tepat waktu tak lama setelah Tia turun dari motornya. Tia menyerahkan sebuah helm berwarna hitam kepada Dina, "Ini helm tanteku pake aja."
"Oh iya makasih," Dina mengambil helm itu dan memakainya lalu mengunci pagarnya dengan gembok. Setelah itu ia naik ke atas motor menyusul Tia kemudian berangkat menuju mall melalui jalan raya ibukota yang ramai seperti biasa.
Sesampainya di mall Dina dan Tia mulai berkeliling di lantai satu. Dina hanya mengikuti Tia dari belakang karena selama di Jakarta ia belum pernah pergi ke mall itu. Sesekali pandangannya mengedar menangkap pemandangan mall yang luas dan toko yang jauh lebih banyak dibandingkan mall yang ada di Bandung.
"Mau cari apa sih?" tanya Dina.
"Kado buat Nadin, dia ulang tahun besok," jawab Tia.