The Perpetual Chronicle: Fusion-Aleph

Faristama Aldrich
Chapter #9

Di Batas Harapan (4)

Admaspheria, Sabtu 2 Juli 2050


Segenap asa mulai beterbangan bersama dengan imaji penuh kengerian tentang apa yang telah mereka alami. Bukan hanya ancaman dari luar negeri, tetapi pengkhianat bangsa yang mengatasnamakan rakyat. Hal ini sudah sering terjadi sejak dahulu, tatkala seorang dengan retorikanya mengatakan bisa memperbaiki struktur negara malah melakukan sebaliknya.

Orang akan lupa di mana ia berasal ketika sudah berkuasa.

Setidaknya itu yang menjadi momok tersendiri bagiku atas segala kekuatan yang dimiliki. Sesekali aku merasa jemawa atas ini semua, tetapi aku sadar bahwa segalanya juga terjadi atas restu semesta.

“Baiklah,” kataku sambil melepas blazer hijau dan meletakannya di gantungan. “Aku akan mengatur segalanya agar perdamaian ini bisa terlaksana secepatnya.”

Farid tampak menghela napas beberapa kali sebelum akhirnya membalik tubuhnya. Aku tidak mengerti, apakah sebegitu sedikitnya populasi perempuan hingga semua orang tampak begitu berbeda kini?

“Ailia, kalau engkau butuh sesuatu kami dari Batalyon 2180408 Alpha siap melayani Anda.”

Aku mengangguk. “Terima kasih, pembicaraan ini rahasia. Setelah ini, kita tidak pernah bertemu. Kau hanya diperintahkan oleh Ibrahim untuk mengaktivasi Gralest agar pengungsi aman.”

Setelah memberikan hormat, Farid langsung meninggalkanku di ruangan ini. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Ibrahim tentang kemewahan ini. Namun, melihat begitu banyak masyarakat kelaparan di sini membuatku begitu iba. Bagaimana tidak, mereka sudah kehilangan harta benda selama perang, ditambah juga kehilangan anak perempuan dan istri mereka.

Bagaimana mungkin laporan ini tidak pernah kuterima? Apakah memang ada penyusup di lingkaran Ventus Imperias Grandehug yang memblokade seluruh informasi sepenting ini hingga aku alpa?  Ataukah ada hal lainnya yang belum kutemukan?

Sejenak aku melepas seluruh seragam SMA ini dan mengganti dengan kemeja tanpa apa pun di dalamnya. Kubuka komputer jinjing yang diletakkan Alexa di tas ransel cokelat muda ini dan mulai melihat seluruh struktur komando Ventus Imperias Grandehug di Provinsi Legharded.

Panglima Provinsi Legharded adalah Jenderal Ramdani Hilman Putra, seorang loyalis asal Indonesia yang membangun tempat ini bersama Jenderal Yaza Zeyar yang merupakan Presiden junta militer yang diangkat tanpa syarat oleh Monarki Admaspheria saat pengukuhan negara diproklamasikan kemarin.

Keduanya pernah mengikuti konferensi tiga bulan lalu. Menurut Alana, tidak ada tanda-tanda pengkhianat dari sosok sang Gubernur Legharded. Ia justru begitu mencintai rakyatnya dan berharap Admaspheria bisa memberikan kedamaian di perbatasan.

Mataku langsung tertuju kepada Panglima Aglomerasi Ahrapuva yang merupakan pemegang otoritas militer atas Resor Revaria. Ia adalah Mayor Jenderal Tarhan Areza, bukan sebuah nama yang lazim untuk Orang Myanmar.

“Mayor Farid, aku memintamu untuk datang ke kamar,” kataku sambil berkomunikasi dengan perangkat jemala yang dikenakan.

Laksanakan, Yang Mulia.”

Lihat selengkapnya