The Perpetual Chronicle: Fusion-Aleph

Faristama Aldrich
Chapter #10

Di Batas Harapan (5)

Admaspheria, Sabtu 2 Juli 2050


“Benarkah?” tanyaku, pura-pura bersemangat.

“Tentu saja, terlebih kalau kau mau tetap bersamaku, tentu saja aku akan memberikanmu seluruh kenyamanan ini.”

Ia masih menyeringai saat aku menyantap makanan ini. Ada rasa yang berbeda saat aku menelan ini, tubuhku langsung terasa panas. Aku paham yang dirasakan, karena saat masih di bangku perkuliahan, raga ini mafhum mengenal perasaan tersebut.

Ia memasukkan adiktif di makanan ini. Namun, aku tetap tenang, karena hal itu sudah tidak lagi berpengaruh. Seperti yang diketahui, laju pemulihan sel tubuhku begitu cepat, hal seperti ini tentunya tidak akan berpengaruh.

Akan tetapi, aku mencoba berpura-pura masuk jebakannya.

“Ada apa, Nona Nandya?” tanya Tarhan seraya aku memegang kepala.

Aku menggeleng, mencoba tersenyum dengan mengambang. “Ah, tidak apa, mungkin aku sedikit lelah.”

“Kalau ada sesuatu, katakanlah?”

Aku menggeleng lagi. “Tidak ada, hanya saja aku ingin bertanya beberapa hal tentang negara ini. Karena aku tidak mendapatkan informasi apa pun terkait banyak hal.”

“Tanyakan apa pun, aku akan menjawabnya untukmu, Nona Nandya.”

Aku tersenyum. “Pernahkah kau berpikir kalau Ailia Anandta adalah sosok diktator yang kejam, durjana, dan akhirnya akan menguasai segalanya?”

Ia tertawa kecil. “Aku terkejut, ada remaja seumuranmu yang memiliki pikiran sejauh itu. Apa pun yang kau pikirkan tentang Ailia Anandta, tentu saja itu tidak benar.”

Sejujurnya aku agak terkejut dengan apa yang ia katakan tentang diri ini. Padahal aku menganggap ia sengaja menyelewengkan dana untuk kepentingannya sendiri. Mungkin aku yang terlalu berlebihan memikirkan ini semua.

“Bagaimana menurutmu, Jenderal?”

 “Ailia Anandta adalah orang yang perwira dan ksatria. Beliau membangun seluruh negara yang terkena dampak tidak langsung perang dengan tanpa pamrih.

“Beliau bahkan tidak pernah meminta apa pun kepada kami. Hanya memang keputusannya untuk menggabungkan seluruh Asia Tenggara, Australia, dan Oseania adalah tindakan yang berani dan juga berisiko.

“Seperti sekarang, aku masih belum bisa berdamai dengan para pemberontak yang selalu saja tidak puas dengan apa yang diberikan Admaspheria.”

“Maksudmu? Apakah mereka sebenarnya memiliki permintaan spesifik?” tanyaku penasaran.

Lihat selengkapnya